KONSEP DAN TERAPI FARMAKOLOGI TUKAK
PEPTIK
1.1. Proses
Pencernaan di Lambung
Proses fisiologi
unik yang terdapat pada sistem
pencernaan adalah digesti, absorpsi, sekresi, motiliti, dan ekskresi. Fungsi lambung adalah untuk menyimpan
makanan sampai makanan tersebut diproses lambung, duodenum, dan saluran cerna
bagian bawah lainnya. Selanjutnya mencampur makanan dengan sekresi lambung
sampai makanan tersebut menjadi semifluid yang desebut kimus. Kemudian
mengeluarkan kimus tersebut dari lambung ke duodenum untuk proses digesti
selanjutnya yang kemudian diabsorpsi.
Lambung tersusun
dari empat lapisan, yaitu lapisan serosa (lapisan paling luar), lapisan otot
(lapisan otot longitudinal, otot sirkular, otot miring), lapisan submukosa
(mengandung pleksus-pleksus saraf, pembuluh darah dan limfe) dan lapisan mukosa.
Beberapa
kelenjar berada pada lapisan mukosa dan diberi nama sesuai dengan letaknya.
Kelenjar kardia (dekat lubang kardia) mensekresi mucus. Kelenjar fundus dan
kelenjar gastric terletak di fundus dan sebagian besar korpus lambung. Kelenjar
fundus mempunyai tiga jenis sel utama, sel-sel zimogenik (chief cells)
mensekresi pepsinogen, yang diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel
parietal yang mensekresi asam klorida dan air. Neck cells yang ditemukan pada
leher kelenjar dan mensekresi mukus.
Kelenjar pylorus (di daerah pylorus lambung) menghasilkan gastrin. Zat-zat lain yang disekresi dalam
lambung adalah enzim-enzim dan berbagai elektrolit, khususnya natrium, kalium,
dan klorida. Factor intrinsik
disekresi oleh sel parietal.
Lambung
dipersarafi seluruhnya oleh system saraf otonom. Saraf parasimpatis yang
mensuplai lambung dan duodenum berjalan ke dan
dari abdomen melalui nervus vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus
gastrikus, pylorus, hepatikus, dan coeliakus.
Persarafan
simpatis disuplai melalui nervus splanknikus mayor dan ganglia coleliacum.
Serabut-serabut aferen menghantarkan inpuls rasa nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan di daerah epigastrium
abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf Auerbach dan
meissner dari persarafan intrinsik
dinding lambung dan berfungsi mengkoordinasikan aktivitas motorik dan sekresi
mukosa lambung.
Ketika mendapat
stimulus, sel parietal mensekresi larutan asam yaitu sekitar 160 milimol asam
klorida/liter yang hampir isotonic dengan cairan tubuh. Proses terbentuknya
asam klorida adalah sebagai berikut :
·
Ion klorida ditransfor secara aktif dari
sitoplasma sel parietal ke dalam lumen kanalikuli, dan ion natrium ditransfor
secara aktif dari kanalikuli ke sitoplasma sel parietal. Sehingga di kanalikuli
lebih negative (-40 sampai -70 milivolt) dan menyebabkan ion kalium masuk dari
sitoplasma sel parietal menuju kanalikuli.
·
H2O
berdisosiasi menjadi ion hydrogen (H+)
dan ion hidroksil (OH¯) didalam
sitoplasma sel. Ion hydrogen disekresi secara aktif menuju kanalikuli untuk
bertukar tempat dengan ion kalium. Proses pertukaran ini dikatalis oleh H+,K+
ATPase. Dilain pihak, ion natrium direabsorpsi melalui pompa natrium yang
terpisah. Ion kalium dan natrium berdifusi ke dalam sitoplasma sedangkan ion
hydrogen tetap di dalam kanalikuli dan bersama ion klorida membentuk asam kuat
HCl. Selanjutnya asam klorida ini disekresikan.
·
Air dialirkan melewati kanalikuli secara
osmosis. Karena ada ekstra ion yang disekresikan ke dalam kanalikuli, sehingga
sekresi akhir berupa larutan
yang terdiri dari air, HCl dengan konsentrasi sekitar 150 – 180 mEq/L, KCl
15mEq/L, dan hanya sedikit NaCl
·
Akhirnya, CO2
dari hasil metabolism sel atau yang masuk ke dalam sel dari darah bereaksi
dengan ion hidroksil dengan bantuan karboksil anidrase membentuk ion
bikarbonat. Kemudian berdifusi keluar sitoplasma sel ke dalam cairan ekstra sel
dan bertukar tempat dengan ion klorida yang masuk ke dalam sel dari cairan
ektra sel. Selanjutnya disekresikan ke kanalikuli.
Kelenjar gastric mensekresikan pepsinogen. Pada saat
awal disekresikan, pepsinogen berada dalam bentuk tidak aktif. Segera setelah
kontak dengan asam hidroklorida (optimum pH 1,8 – 3,5), pepsinogen berubah
menjadi bentuk aktif yaitu pepsin. Fungsi pepsin adalah enzim proteolitik
aktif, namun bila pH > 5, pepsin segera menjadi tidak aktif. Asam
hidroklorida sangat penting bagi pepsin dalam proses pencernaan protein.
Kelenjar pilorik mensekresi mukus yang berfungsi sebagai lubrikasi
terhadap pergerakan makanan serta melindungi dinding lambung dari proses digesti enzim gastrik. Kelenjar pilorik juga menghasilkan
hormone gastrin yang berperan dalam mengontrol sekresi gastrik. Semua permukaan mukosa lambung
dilapisi oleh mukus
yang tebal dan bersifat alkali. Hal ini bertujuan untuk melindungi dinding
mukosa lambung dari keasaman dan proteolitik sekresi gastrik.
Pada kelenjar oksintik ada sel parietal yang hanya
memproduksi asam hidroklorida dengan pH 0.8 yang sekresinya dikontrol oleh system
endokrin dan signal saraf. Selanjutnya sel parietal berkerja dengan dibantu
oleh sel tipe yang lain yaitu enterochromaffin-like
cells (ECL cells) yang berfungsi mensekresi histamin. Jumlah pembentukan
dan sekresi asam hisdroklorida secara langsung berhubungan dengan banyaknya
histamin yang dihasilkan ECL cells. ECL sel dapat terstimulasi mensekresi
histamin melalui tiga cara, yaitu :
·
Histamin diduga terstimulasi oleh
gastrin yang merespon terhadap adanya protein dalam makanan.
·
Dalam kondisi tertentu, ECL cells
terstimulasi asetikolin yang dilepaskan dari nervus vagus lambung, dan mungkin
juga oleh sekresi substansi hormonal system saraf enterik dinding lambung.
Ketika protein dalam makanan sampai di antrum
lambung, beberapa jenis protein menstimulasi pelepasan gastrin ke dalam getah
lambung. Sebagian dari gastrin segera ditransfor ke ECL cells untuk melepas
histamin. Selanjutnya histamin dengan cepat menstimulasi sekresi asam
hidroklorida lambung.
Mekanisme
sekresi asam lambung :
Perangsangan saraf
enterik
nerfus vagus
HCl
gastrin saraf parasimpatis
Antikolinerjik
agent
HCl asetilkolin
Refleks
enterik histamine antagonis H2
HCl ↑ HCl
↑↑↑
Antasida, IPP
1.2.
Tukak Peptik
1.2.1. Gambaran
klinis
Ulkus peptikum
atau tukak peptic merupakan keadaan terputusnya inkontinuitas mukosa yang
meluas dibawah epitel, sedangkan terputusnya mukosa yang tidak meluas dibawah
epitel disebut erosi. Tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena asam-peptik lambung, yaitu osofagus, lambung, dan duodenum.
Getah lambung
murni mampu mencerna semua jaringan hidup. Namun lambung memiliki dua factor
yang melindunginya dari autodigesti tersebut yaitu mucus lambung dan barier
epitel. Lapisan mucus lambung yang tebal dan kuat merupakan garis pertama
pertahanan terhadap autodigesti. Ia memberikan perlindungan terhadap trauma
mekanik dan agen kimia. Kortisol
dan aspirin dapat menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif
pada mukus
lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin.
Aspirin,
alcohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah
permeabilitas barier epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan, khususnya
pembuluh darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih
lanjut. Barier mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine,
tetapi difusi balik dihambat oleh gastrin. Destruksi barier mukosa lambung
merupakan factor penting dalam pathogenesis tukak lambung. Gejala utama dari
tukak peptik adalah sakit abdomen bagian atas.
Manifestasi
klinis :
·
Nyeri epigastrium, bisa nyeri palpasi
·
Vomitus, nausea, anoreksia
·
Bisa hematemisis dan melena
·
Anemis, Hb turun
·
Kembung atau pletulen
Patomekanisme :
antikolinerjik Gastritis / tukak peptic sitoprotektif
agent
Iritasi doudenum & gaster erosi
dinding gaster HCl ↑ antasida
Saraf aferen vagus
antiperistaltik jaringan
rusak unsur intrinsik CO2↑ IPP
saraf simpatis
gas tertelan
Pusat muntah
refluk isi usus bradikinin
dll perdarahan B12 ↓
Eritrosit ↓
Mual muntah distensi duodenum gas
ujung saraf nyeri Vit B12
Talamus hematemisis As
folat
nyeri
anoreksia
Hb ↓ kembung
antasida
anti emetik (kp) transfusi (kp) anti flatulen (kp)
1.2.2. Obat
Farmakologi untuk Tukak Peptik
Sasaran utama
pada pengobatan tukak peptik adalah menghambat sekresi asam lambung dalam
rangka untuk menghilangkan gejala-gejala dan mempermudah penyembuhan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka intervensi yang dilakukan adalah pemberian antasida, antikolinergik,
antagonis reseptor H-2, serta istirahat fisik dan emosi.
Penatalaksanaan :
·
Stop penyebab / atasi penyebab
·
Puasa sampai nyeri akut dan nausea
berkurang (12-24 jam), kemudian diit cair dan makanan lunak
·
Antasida
·
Selective anticholinergic agent
(perenzepine)
·
Inhibitor pompa proton (omeprazole)
·
H-2 receptor antagonist (cimetidine,
ranitidine, famotidine)
·
Cytoprotective agent (sucralfate,
cetraxate)
·
Untuk gastritis hemoragik, puasa sampai
dengan 24 jam perdarahan berhenti, NGT untuk bilas labung
·
Transfusi
darah
1.3. Obat Farmakologi Anti Tukak
1.3.1.
Antasida
Antasida berfungsi untuk mempercepat penyembuhan
tukak dengan menetralisasikan asam hidroklorida dan mengurangi aktivitas
pepsin. (Kee & Hayes, 1996). Antasida umumnya bersifat basa. Antasida merupakan obat-obatan pereda sakit pencernaan
seperti ulkus ventrikuli, ulkus duodeni, dispepsia dan esofagitis. Obat antasida juga membantu meredakan tukak di
dinding lambung maupun duodenum. Antasida
juga memberi waktu perbaikan pada dinding lambung atau duodenum yang rusak oleh
tukak sehingga sensitif terhadap jumlah normal asam lambung. Antasida bisa
dibeli bebas.
Terdapat dua tipe antasida yang memiliki efek
sistemik dan non sistemik:
a.
Antasida
Sistemik
Antasida sistemik adalah antasida yang ion-ionnya
dapat diserap oleh usus halus sehingga mengubah keseimbangan asam basa dan
elektrolit dalam tubuh dan dapat terjadi alkalosis. Jenis antasida yang
termasuk golongan ini adalah:
Na-Bikarbonat :
Obat ini merupakan salah satu obat anti tukak.
Unsur aktif dalam soda pengembang kue, sangat larut dan bereaksi hampir
seketika dengan asam hidroklorida:
NaHCO3
+ HCl NaCl
+ H2O + CO2
Tetapi senyawa ini sangat
larut dan diabsorpsi cepat dari usus. Jadi ia bisa meningkatkan alkalosis sistemik dan
retensi cairan serta direkomendasikan untuk penggunaan jangka lama. Efek
samping: kelebihan natrium menyebabkan hipernatremia dan retensi air, alkalosis
metabolik karena kelebihan bikarbonat dan kelebihan sekresi asam (asam
rebound), obat ini jarang dipakai untuk mengobati anti tukak peptik.
b.
Antasida
Nonsistemik
Antasida nonsistemik adalah antasida yang kationnya
membentuk senyawa yang tidak larut dalam usus, dan tidak diabsorpsi sehingga
tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh. Yang termasuk golongan
ini yaitu Al-Hidroksida, Ca-Carbonat, dan Mg-Hidroksida.
Aluminium
hidroksida bereaksi dengan asam hidroklorida dalam bentuk yang serupa: Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O
Umumnya aluminium klorida yang terbentuk
tak larut dan sering menyebabkan konstipasi. Ia juga mengikat obat tertentu
(misalnya tetrasiklin) dan fosfat, yang mencegah absorpsinya. Efek atas
absorpsi fosfat ini dimanfaatkan untuk terapi pada pasien gagal ginjal kronik
dan penyakit tulang.
Kalsium
karbonat bereaksi lebih lambat daripada natrium bikarbonat, tetapi sangat
efektif dalam menetralisasi asam lambung:
CaCO3
+ 2HCl CaCl + H2O
+ CO2
Tetapi sekitar 10% kalsium klorida yang dihasilkan akan diabsorpsi
dengan kemungkinan efek samping hiperkalsemia, sindroma susu-alkali dan
‘rebound’ asam. Sehingga antasida ini tidak direkomendasikan untuk pemakaian jangka lama.
Magnesium
hidroksida (susu magnesia) bereaksi dengan asam hampir secepat natrium hidroksida: Mg(OH)2 + 2HCl MgCl2 + 3H2O
Berbeda
dari natrium hidroksida, magnesium hidroksida memperlambat pengosongan dari
lambung, sehingga memperpanjang efek netralisasinya. Garam magnesium yang
dihasilkan sukar diabsorpsi dan bersifat laksatif sehingga menimbulkan diare.
Sejumlah kecil magnesium diabsorpsi, tetapi bila terdapat insufisiensi ginjal akan
mengganggu ekskresinya ke urin sehingga menyebabkan hipermagnesemia.
c. Efek
antasida:
|
Sodium bicarbonate
|
Calcium carbonate
|
Mg hydroxide
|
Aluminum hydroxide
|
Reaksi
dengan HCl
|
Cepat
|
Lambat
|
Lambat
|
Lambat
|
Produk
reaksi
|
NaCl
dan CO2 à Distensi lambung dan tekanan darah meningkat
|
CaCl2 dan CO2à distensi lambung
|
MgCl2
dan H2O
|
AlCl2
dan H2O
|
Efek non reaksi
|
Diserap à menyebabkan alkalosis jika dosis tinggi atau gangguan fungsi ginjal
|
Tidak
serap à diare
osmotik
|
Tidak
diserap à konstipasi
|
1.3.2.
Antikolinergik
Obat ini mengurangi sekresi asam lambung dengan
menghambat aktivitas nervus vagus sehingga ini berakibat menurunkan motilitas gastrointestinal
(efek spasmodik) dengan menghambat histamin dan asam hidroklorida.
Antikolinergik digunakan untuk
pengobatan ulkus ventrikuli, ulkus duodeni, dan kolon spastis (kolitis).
Antikolinergik ini juga dapat memperlambat waktu pengosongan lambung, sehingga
lebih sering dipakai untuk tukak duedonum dibandingkan tukak lambung.
Antikolinergik dapat diminum 30-60 menit sebelum makan dan sebelum tidur. Antasida
dapat memperlambat absorbsi antikolinergik, sehingga harus diminum 2 jam
sesudah pemberian antikolinergik. Pemakaian obat ini berkurang sejak
diperkenalkan penghambat histamin2.
Efek samping: Mulut
kering, pandangan kabur, pupil dilatasi, takikardia, konstipasi, sukar
berkemih, pusing, bingung, dan impoten.
Kontraindikasi: Glaukoma,
hipertrofi prostat, refluks esofagus, dan esofagitis.
1.3.3.
Antagonis
Reseptor-H2
Penghambat histamin (H2) menghambat
refluks asam ke dalam esofagus. Obat–obat ini memblok reseptor H2
pada sel-sel parietal lambung, sehingga mengurangi sekresi dan konsentrasi asam
lambung. Antihistamin dipakai untuk mengobati alergi, bekerja melawan histamin
1, obat ini tidak sama dengan penghambat H2. Penghambat histamin (H2)
pertama adalah simetidin, perlu fungsi ginjal yang baik karena kira-kira 50-80%
dari obat ini dikeluarkan tanpa diubah melalui urin. Antasida dapat diberikan
satu jam sebelum atau sesudah simetidin sebagai dari pengobatan antitukak,
tetapi bila keduanya diberikan pada waktu yang bersamaan maka akan mengurangi
efektivitasnya dalam menghambat H2.
Penghambat H2 yang lebih baru ranitidin,
femotidin dan nizatin. Selain menghambat sekresi asam lambunng obat-obat ini
juga mempercepat penyembuhan tukak dengan menyingkirkan penyebabnya. Walaupun
simetidin dan ranitidin memiliki kerja obat hampir sama, ranitidin memiliki
efek lebih kuat, lama kerja yang lebih panjang, interaksi obat dan efek samping
lebih sedikit dari simetidin.
Obat-obat ini efektif dalam mengobati tukak duodenum
dan lambung dan dapat dipakai untuk pencegahan. Obat-obat ini juga berguna
untuk menghilangkan gejala dari refluk esofagitis, mencegah tukak stres yang dapat
terjadi sesudah pembedahan dan mencegah pneumonia aspirasi yang dapat terjadi
akibat aspirasi asam lambung.
Ranitidin memiliki awitan kerja lebih lama dan lama
kerja yang lebih panjang (sampai 12 jam) dibandingkan simetidin. Karena
simetidin memiliki lama kerja hanya 4-5 jam, seringkali diberikan 3-4 kali
sehari.
Efek samping:
Sakit kepala, pusing,
mengantuk, bingung (pada lansia), diare, konstipasi, kembung, ruam, hipotensi
dan takikardia atau bradikardia (setelah dosis intravena).
1.3.4.
Inhibitor
Pompa Proton
Golongan
obat ini adalah omeprazol. Omeprazol
hampir menghentikan sekresi asam lambung dengan menghambat kerja pompa proton. Di
metabolisme dalam hepar, mencapai kadar puncak dalam 2 sampai 5 jam dan
terutama dieliminasi oleh ginjal. Omeprazol sangat mudah terikat dengan
protein, sehingga kerjanya agak lamal. Omeprazol paling baik jika dipakai untuk
sindrom Zollinger-Ellison dan Ulkus peptikum resisten.
Efek samping: Diare,
mulut kering, baal, pusing, dan lemah.
1.3.5.
Sitoprotektif
Agent
Golongan obat ini adalah karbenoksolon. Karbenoksolon
dapat menyembuhkan ulkus masih belum jelas. Kemungkinan kerjanya adalah
antiinflamasi, merangsang produksi musin dan enzim untuk pemulihan sel.
Biogastron digunakan untuk ulkus ventrikuli dan
duogastron untuk ulkus duodeni. Pasien ulkus ventrikuli harus minum
karbenoksolon sesudah makan atau jika nyeri ulu hati diminum bersama susu.
Pasien ulkus duodeni harus minum karbenoksolon 15-30 menit sebelum makan.
Efek
samping: retensi cairan dan edema, hipertensi, hipokalemia, dan nyeri ulu hati,
sakit kepala dan mual jarang terjadi.
Kontra
indikasi: bila pasien sedang minum obat spironolakton (Aldactone) atau
antikolinergik, dan pada pasien dengan penyakit jantung dan atau ginjal.
1.3.6.
Analog
Prostaglandin
Mukus berperan penting dalam melindungi mukosa
lambung terhadap kerusakan mekanis disebabkan bahan asing yang dimakan dan
terhadap pengaruh lingkungan asamnya sendiri. Analog prostaglandin endogen
(misalnya misoprostol) merangsang produksi mukus untuk mempertahankan sawar
protektif. Analog prostaglandin dapat diberikan pada pasien yang menderita artritis,
yang diobati dengan obat NSAID yang memiliki dampak dari obat NSAID tersebut
perdarahan lambung atau timbul ulkus.
Efek
samping: pada 8-9% pasien timbul diare, umumnya ringan dan sementara, mual,
sakit kepala, pusing, dan ketidaknyaman perut ringan yang bersifat sementara.
Kontraindikasi:
misoprostol dapat menyebabkan kontraksi uterus sehingga tidak boleh diberikan
kepada perempuan hamil.
1.3.7.
Antiemetik
Diberikan untuk mengendalikan gejala mual dan muntah,
bukan penyebab yang mendasarinya. Yang umum dipakai adalah fenotiazin
(trilafon, stemetil, largacil, torecan, stelazine), antihistamin (ancolan,
phenergan, andrumin), antikolinergik (pamine, merbentyl), metoklopramid
(vomitrol, primperan, normastin), antagonis dopamin (motilium, vometa, dometic).
Efek
samping:
Fenotiazin;
sedasi, mulut kering, kabur, konstipasi, fotosensitivitas, ikterus
Antihistamin;
sedasi, pusing, mulut kering, halusinasi, menambah potensi depresan SSP
Antikolinergik;
mulut kering, pandangan kabur, retensi urine, konstipasi
Metoclorpamid;
distonia, mengantuk.
PEMBERIAN
OBAT PADA KLIEN TUKAK PEPTIK
(PROSES
KEPERAWATAN)
2.1.
Pengkajian
a. Kaji
nyeri yang dialami klien, termasuk tipe, lama, berat, dan frekuensinya. Nyeri
tukak biasanya timbul setelah makan dan pada malam hari (nyeri nokturnal).
b. Kaji
fungsi ginjal klien. Laporkan jumlah urin bila kurang 600 ml/hari,atau kurang
dari 25 ml/jam. Gangguan ginjal dapat mempengaruhhi antasida yang mengandung
magnesium dan kalsium (hipermagnesemia dan hiperkalsemia) dan penghambat H2.
c.
Kaji cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit jika terjadi hipermagnesemia, atau diare akibat garam magnessium
dari antasida.
d.
Identifikasi
factor resiko dari penyakit ulkus peptikum :
·
merokok
sigaret. Efek yang menstimulasi sekresi asam lambung dan menyebabkan penurunan
suplai darah ke mukosa lambung. ( nikotin menyebabkan konstriksi pembuluh
darah) .
·
Stress,
termasuk stress fisiologi ( seperti shock, sepsis, luka bakar, pembedahan, trauma
kepala, trauma berat, dan penyakit fisik lain), dan stress psikologis.
·
Penggunaan
obat seperti aspirin, NSAIDs, kortikosteroid, dan anti neoplastik.
e.
Tanda
dan gejala yang memperlihatkan tipe dan lokasi ulkus
·
Nyeri
epigastrium yang periodic, yang terjadi 1 sampai 4 jam setelah makan, atau
sepanjang malam dan sering dirasakan seperti terbakar atau terasa perih sekali.
·
Terjadi
perdarahan gastrointestinal pada ulkus yang akut atau kronik ketika erosi ulkus
mengenai pembuluh darah. Manifestasi klinis mulai dari gejala ringan (ada darah
pada feses dan akhirnya anemia) atau berat (hematemisis melena, hipotensi, dan
shock)
·
GERD
(gastroesophago refluks deseases) menyebabkan heartburn / rasa panas dalam
perut (sensasi panas di substernal)
2.2. Diagnose keperawatan
a.
Nyeri
yang berhubungan dengan efek asam lambung pada ulkus peptikum atau imflamasi
jaringan esophageal
b.
Nutrisi
imbalance : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan ketidak
nyamanan abdomen
2.3. Perencanaan
a.
Tujuan
Perencanaan
Klien
tidak lagi mengalami sakit perut setelah 1 sampai 2 minggu memakai obat anti
ulkus :
·
Berikan
tindakan atau langkah-langkah untuk mencegah atau meminimalkan ulkus
·
Klien
diharapkan Mendapat antiulser, anti-heartburn dengan tepat
·
Gejala
berkurang
·
Menghidari
situasi yang memperburuk gejala jika mungkin
·
Observasi
perdarahan GI dan komplikasi lain dari ulkus peptikum dan GERD
·
Cegah
atau hindari efek samping obat
b.
Perencanaan
Berikan
tindakan atau langkah-langkah untuk mencegah atau meminimalkan ulkus peptikum :
PERENCANAAN
|
RASIONAL
|
Diit teratur. Restriksi diit
dianjurkan meminimalkan makanan yang banyak bumbu, menghasilkan gas, dan
makanan yang mengandung kafein, mengurangi lemak, makan dengan porsi-porsi
kecil
|
·
kondisi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen akan
senantiasa merangsang asam lambung
·
makanan berlemak akan menghambat kecepatan pengosongan lambung
termasuk juga sekresi gaster
·
makan dengan porsi kecil dapat mengurangi sekresi gaster karena
tekanan dipilorik berkurang dan pengosongan lambung lebih cepat.
|
Olahraga teratur, cukup istirahat,
merubah/modifikasi lingkungan, teknik relaksasi
|
·
Mengurangi stress psikologis atau latihan strategi manajemen stress
yang sehat
·
Menurunkan rangsangan
simpatis dapat mengurangi produksi asam lambung
|
Berhenti merokok dan iritan yang lain
(alcohol, aspirin, kafein, NSAIDs)
|
·
Efek yang menstimulasi sekresi asam lambung dan menyebabkan penurunan
suplai darah ke mukosa lambung. ( nikotin menyebabkan konstriksi pembuluh
darah)
·
Aspirin, alcohol, garam empedu dan
zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas barier
epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida
|
Hindari pemberian antasida bersama
obat-obat oral lain, Antasida diberikan 1-2 jam sesudah memberikan obat lain.
|
·
antasida dapat memperlambat
absorpsi obat
·
antasida tidak boleh diberikan
bersama-sama tetrasiklin,digoksin,atau quinidin karena akan mengikat dan
menginaktifkan kebanyakan obat tersebut
|
Terapi jangka panjang dengan dosis
kecil dari antagonis H2, antasida atau sukralfat
|
pada ulkus peptikum yang aktif, dapat
membantu klien menentukan cara yang terapeutik pada proses penyembuhan dan
mencegah komplikasi
|
Berikan
dosis antagonis
H2 seperti simetidin (Tagamet ) yang lebih kecil pada lansia
|
Lansia memiliki lebih sedikit asam lambung, sehingga beresiko terjadi
alkolisis metabolik
|
Berikan
antagonis
H2 dan antikolinergik sebelum makan
|
mengurangi
sekresi asam lambung yang diinduksikan oleh makanan
|
Cek dan observasi fungsi ginjal
(lab, edema, dieresis)
|
·
Berikan antasida yang mengandung
magnessium kemungkinan akan terjadi
hipermagnesia.
·
kira-kira
50-80% dari antagonis H2 dikeluarkan tanpa diubah melalui urin
·
omeprazole
dieliminasi oleh ginjal
|
Observasi fungsi
hati (periksa SGOT, SGPT)
|
Omeprazol
di
metabolisme dalam hepar
|
Cek kadar protein albumin
|
Omeprazol sangat mudah terikat dengan protein
|
Berikan sitoprotektif agen 15-30 menit sebelum
makan
|
·
Kerjanya adalah antiinflamasi, merangsang produksi musin dan enzim
untuk pemulihan sel
·
Melindungi are ulkus sebelum proses pencernaan makanan dimuali
·
Musin berperan sebagai barier bagi mukosa dari HCl dan pepsin
|
Observasi adanya diare atau konstipasi
|
Umumnya aluminium klorida (dari antasida) yang terbentuk tak larut dan sering menyebabkan
konstipasi
|
Observasi / cek tanda anemia
|
·
komplikasi dari ulkus peptikum adalah perdarahan (akut atau kronis)
·
kerisakan mukosa gaster dapat mengurangi produksi unsure ekstrinsik
yang berpengaruh pada eritropoesis
|
c.
Pengajaran kepada Klien
·
Beritahukan klien untuk melaporkan rasa
sakit, batuk, atau muntah darah (hematemesis).
·
Nasehati untuk tidak memakan makanan
atau minuman cairan yang dapat menyebabkan iritasi lambung, seperti minuman
yang mengandung kafein, alkohol, dan bumbu mis yg pedas.
·
Beritahukan klien untuk melakukan teknik
relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
Untuk
terapi antasida :
·
Nasehati klien untuk tidak membeli
antasid bebas tanpa pemberitahuan dokter. Dosis obat yang tidak memadai
(terlalu sedikit,terlalu sering, atau terlaluu banyak ) dapat menimbulkan
komplikasi.
·
Beritahukan klien cara yang benar untuk
memakai antasida. Tablet kunyah harus dikunyah dengan baik diikuti dengan air.
Antasida cair harus diminum dengan 2-4 oz air untuk memastikan obat ini dapat
mencapai lambung.
·
Nasihati klien untuk memakai antasida 1-3 jam setelah makan dan
waktu akan tidur. Jangan memakai antasida pada waktu makan obat ini akan
memperlambat pengosongan lambung,menyebabkan peningkatan aktivitas saluran
gastrointestinal dan sekresi lambung.
·
Nasihati klien untuk memberitahukan
dokter jika timbul konstipasi atau diare, antasida
mungkin perlu diganti.
·
Tekankan bahwa antasid tidak sama dengan
permen dan minum antasid secara berlebihan adalah kontraindikasi.
·
Nasihati klien untuk tidak memakai
antasida bersama-sama susu atau makanan yang banyak mengandung vitamin D,
kecuali jika pasti tidak ada kontraindikasi.
·
Beritahukan klien untuk menghindari
antasida 1-2 jam sesudah makan obat oral lain karena ada kemungkinan gangguan
absorpsi.
·
Nasihati klien untuk memeriksa label
antasida untuk mengetahui kandungan natrium, jika
klien sedang menjalani diet natrium terbatas.
Antikolinerjik
:
·
Untuk menghindari sembelit, klien harus
meningkatkan masukan cairan, makanan yang berserat, dan olahraga jika tidak
kontraindikasi.
·
Laporkan takhikardi atau retensi urin.
Antagonis H2 :
·
Nasehatkan untuk tidak merokok, yang
dapat menghambat efektivitas H2.
2.4. Evaluasi
·
Tentukan efektivitas pengobatan anti
ulkus dan timbulnya efek samping. Klien harus bebas rasa sakit dan harus
berangsur-angsur menjadi sembuh.
·
Observasi
dan tanyakan mengenai penggunaan obat
·
Observasi
dan tanyakan tentang perubahan gejala
·
Observasi
tanda dan gejala komplikasi
·
Observasi
dan tanyakan mengenai efek samping obat.
SIMPULAN
Penanganan
perawatan pasien dengan ulkus peptikum yang tepat akan mengurangi “length of stay” dan biaya yang
dikeluarkan oleh pasien. Selain itu, karena perawat senantiasa kontak dengan
pasien terus menerus selama 24 jam dan memberikan terapi atas hasil kolaborasi
dengan dokter, maka sudah seharusnya perawat tahu apa dan bagai mana obat itu
dapat membantu penyembuhan klien.
Di
rumah sakit, pada klien dengan tukak peptik yang mengalami hematemisis melena,
klien selalu dipuasakan. Pada kenyataannya banyak perawat tidak memberikan terapi
oral anti tukak dengan alasan pasien dipuasakan. Sehingga terkadang asuhan
keperawatan pada klien tersebut menjadi tidak berhasil. Hal itu karena banyak
perawat yang belum memahami farmako kinetik dan farmako dinamik dari obat-obat
anti tukak.
Anatasid
harus diberikan 1-3 jam setelah makan dan waktu akan tidur. Observasi fungsi
ginjal dan adanya timbul konstipasi atau diare, antasida
mungkin perlu diganti. Pemberian
antagonis H2 harus memperhatikan fungsi ginjal. Bila antasida diberikan
maka diberi jarak satu jam sebelum atau sesudah antagonis H2.
Pemberian
omeprazol harus memperhatikan fungsi hepar dan ginjal. Selain itu karena
omeprazol terikat dengan protein maka harus diperhatikan pula kadar protein dan
albumin. Sitoprotektif agen harus
diminum 15-30 menit sebelum makan.
DAFTAR PUSTAKA
Haznam M. W., 1997. Haznam’s Kompendium Diagnostik & Terapi : Ilmu Penyakit Dalam. (edisi 3). Bandung. FK UNPAD.
Price S.A., & Wilson, L.M., 1995. Patofisiologi : konsep klinik
proses-proses penyakit.(edisi 4). Adji Darma (alih bahasa). Jakarta. EGC.
Guyton. AC. 2009. Anatomi
Fisiologi Kedokteran. (edisi 11). Jakarta. EGC.
Joice. L, 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Peter Anugrah (alih
bahasa).Jakarta. EGC.
Tambayong, J. 2002. Farmakologi untuk Keperawatan. Jakarta.
EGC.
Abrams AC. 2006. The Clinical Drug Therapi Rationales for
Nursing Practice. USA. CambridgeEbook.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar