BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Metabolisme berasal dari bahasa yunani, Metabellein (berubah, beralih) : jumlah dari semua proses fisik dan kimia dimana bahan hidup yang diorganisasi dihasilkan dan dipertahankan (anabolisme) dan juga transformasi dimana energy digunakan untuk organism (katabolisme) (Dorland, 1996). Metabolisme berarti proses kimia yang memungkinkan sel melakukan kehidupan (Robert, 1999)
Proses metabolisme didalam sel melibatkan aktifitas sejumlah besar katalis biologi yang disebut enzim. Enzim berperan dalam reaksi kimia didalam sel yang bekerja spesifik antara lain mengerjakan urutan reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan ATP dan senyawa-senyawa yang kaya energi (berenergi tinggi) lainnya.
Kelainan pada salah satu proses metabolisme dapat menyebabkan gangguan fungsi dari organ sehingga muncul berbagai keluhan dan penyakit. Salah satu penyakit yang sering terjadi pada bayi baru lahir adalah diare. Diare pada bayi baru lahir ini biasanya berhubungan dengan intake nutrisi yang diberikan pada bayi tersebut.
Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut Survey Kesehatan Nasional tahun 2001, pada tahun 1980-2001 angka kematian bayi karena diare selalu menduduki urutan pertama sampai ketiga dari semua penyebab kematian.
Pada bayi yang mendapat susu formula, angka kejadian diare lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena nilai gizi ASI yang tinggi, adanya antibodi pada ASI, sel-sel lekosit, enzim, hormon dan lain-lainnya yang melindungi bayi terhadap berbagai infeksi. Tidak disangsikan lagi Air Susu Ibu (ASI) sebagai makanan terbaik untuk bayi merupakan pemberian Allah SWT yang tidak akan dapat ditiru oleh para ahli di bidang makanan bayi dimanapun. ASI mengandung nutrient (zat gizi) yang cukup dan bernilai biologi tinggi. Disamping itu juga mengandung zat kekebalan (imunologi) yang sangat dibutuhkan bayi untuk melawan beberapa penyakit.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut; “ bagaimana hubungan gangguan pencernaan dengan pemberian susu buatan pengganti ASI”.
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
ñ menjelaskan hubungan antara pemberian susu pengganti ASI dengan gangguan pencernaan pada bayi
ñ menjelaskan perbandingan komposisi ASI dengan susu pangganti ASI
ñ menjelaskan fungsi enteral dengan berat badan
b. Tujuan Khusus
tujuan khusus yang ingin dicapai adalah bagaimana penjelasan biokimia pada proses terjadinya gangguan pencernaan ketika pemberian ASI diganti dengan susu buatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Proses Pencernaan di Saluran Pencernaan
Metabolisme memiliki pengertian yang luas yang meliputi absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi nutrisi. Saliva berfungsi sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan. Gerakan mengunyah untuk memecah makanan dan menaikan kelarutannya serta memperluas daerah permukaan bagi kerja enzim. Saliva adalah sarana ekskresi obat-obat tertentu (etanol serta morfin), K+, Ca²+, HCO3¯, tiosianat (SCN¯), serta yodium dan imunoglobulin (IgA). Amilase salivarius mampu menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa. Lipase lingual tidak memiliki arti penting untuk proses pencernaan di mulut.
Getah lambung merupakan cairan berwarna kuning pucat yang mengandung HCL 0,2-0,5 % dengan pH sekitar 1,0. getah lambunng terdiri dari air sekitar 97-99%, sisanya terdiri atas musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin, rennin) dan lipase.
H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3¯
HCO3¯ yang melintas ke dalam plasma akan bertukar tempat dengan Cl¯ akan bereaksi membentuk HCl. Akibat kontak dengan HCl lambung, protein akan mengalami denaturasi sehingga mempermudah kerja enzim proteolitik (protease). Nilai pH yang rendah juga berperan untuk mematikan mikroorganisme yang masuk.
Pepsin diaktifkan oleh HCl lambung dari pepsinogen. Pepsin memecah protein terdenaturasi menjadi derivat polipeptida yang besar. Rennin sangat penting dalam proses pencernaan pada bayi, karena mencegah perjalanan susu yang cepat dari lambung. Dengan adanya kalsium, rennin mengubah kasein pada susu menjadi parakasein melalui proses ireversibel. Kemudian pepsin bekerja pada parakasein.
Lipase lingual dan lipase gastrik memulai pencernaan lemak dari triasilgliserol menjadi asam lemak. Lipase gastrik bekerja pada pH 3-6. Asam lemak hidrofilik rantai pendek yang lepas akan diserap lewat dinding lambung dan masuk ke dalam vena vorta, sementara asam lemak rantai panjang akan diteruskan ke duodenum. Lipase pradduodenal mempunyai peranan yang penting selama periode neonatal yaitu pada saat lipase pankreas memiliki aktivitas yang rendah sementara lemak susu harus dicerna.
Kimus dari lambung masuk ke duodenum secara terputus-putus lewat valvula pilorikum. Sekresi pankreas dan biliaris yang alkalis menetralisir kimus dan mengubah pH menjadi alkalis akibatnya kerja pepsin terhambat. Getah empedu menurunkan tegangan permukaan (emulsifikasi) yang mengakibatkan lemak teremulsi sehingga bisa larut dalam air. Efek lain adalah membantu penyerapan vitamin yang larut lemak (vitamin A,D,E, K). kalau pencernaan lemak terganggu, pencernaan bahan makanan lain pun terganggu. Hal ini karena makanan lain tadi terlapisi lemak sehingga sulit larut dalam air.
Getah pankreas berupa cairan encer mengandung air dan protein serta senyawa organik dan anorganik lain, terutama Na+, K+, HCO3¯, Cl¯, serta dalam jumlah sedikit Ca²+, Zn²+, HPO4²¯, SO4²‾. PH getah pankreas bersifat alkalis dengan pH 7,58 atau lebih tinggi lagi. Banyak enzim ditemukan dalam getah pankreas,yaitu sebagai berikut :
ñ Tripsin, komitripsin dan elastase. Bekerja pada protein dan polipeptida
ñ karboksipeptidasi, mengubah peptida menjadi asam amino
ñ amilase menyerang pati dan glikogen untuk dirubah menjadi monosakarida
ñ lipase untuk hidrolisis triasilgliserol.
ñ Hidrolase kolesteril (kolesterol esterase), memecah ester kolesteril
ñ ribonuklease (Rnase) dan deoksirobonuklease (Dnase), untuk pencernaan asam nukleat.
Keberadaan lipase yang diaktifkan oleh garam empedu dalam ASI merupakan faktor tambahan yang menjamin pencernaan lengkap lemak susu kalau substansi ini terkena garam empedu dalam duodenum.
Getah usus yang disekresi oleh kelenjar brunner dan lieberkuhn mengandung sejumlah enzim degestif, termasuk enzim berikut : aminopeptidase (membentuk asam amino), disakaridase dan oligosakaridase (membentuk monosakarida), fosfatase (mengeluarkan gugus fosfat daro senyawa organik fosfat, polinikleotidase (memecah asam nukleat menjadi nukleotida), nukleosidase, fosfolipase ( menyerang fosfolipid untuk menghasilkan gliserol, asam fosfat, dan basa seperti kolin).
Berbagai produk pencernaan karbohidrat diserap dalam jejenum dalam bentuk monosakarida, terutama sebahai heksosa (glukosa, fruktosa, manosa, galaktosa) dan gula pentosa (ribosa). Sebagian besar lipid yang diserap, termasuk fosfolipid, ester kolesteril, kolesterol dan vitamin larut lemak akan menghasilkan kilomikron yang berbentuk cairan seperti susu yang disebut kilus (chyle). Protein diserap hampir seluruhnya dalam bentuk asam amino.
Kolon atau usus besar terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid yang bermuara di rektum dan anus. Arteri yang memperdarahi usus besar meliputi eteri mesenterika superior (untuk kolon bagian kanan), arteri mesenterika inferior (untuk kolon bagian kiri), serta arteri hemoroidales. Sistem saraf yang mempengaruhi kerja usus besar adalah sisten saraf otonom kecuali spingter eksterna oleh sistem saraf volunter.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang sebagian besar berlangsung di usus besar bagian kanan, fungsi sigmoid sebagai reservoir untuk dehidrasi massa feses sampai defekasi berlangsung. Sekresi kolon merupakan mukus dan HCO3, mukus bekerja sebagai pelumas dan melindungi mukosa kolon sedangkan HCO3 berperan dalam kestabilan jumlah bakteri dalam kolon dan menjaga tingkat keasaman dalam kolon, pada peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung jawab akan kehilang protein dalam feses, juga menyebabkan kehilangan HCO3 yang bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan keseimbangan asam basa.
Bakteri dalam kolon melakukan banyak fungsi yaitu mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B, serta melakukan pembusukan sisa makanan yang tidak bisa diabsorpsi usus halus. Selama proses pembusukan dihasilkan berbagai peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak serta beberapa gas (amonia, H2, H2S, dan CH4). Sebagian zat-zat ini dibuang bersama feses dan yang lainnya diabsorpsi dan ditransfor ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresi melalui urin.
2.2. Cacat pada Enzim Pencernaan Karbohidrat
a. Intoleransi laktosa
Intoleransi terhadap laktosa, yaitu gula susu, dapat disebabkan oleh defisiensi enzim laktase. Keluhan dan gejala intoleransi laktosa adalah kram perut, diare dan flatulensi. Semua gambaran klinis ini dapat dapat disebabkan oleh penumpukan laktosa yang sifatnya osmotik-aktif sehingga akan menahan air, dan oleh kerja fermentasi bakteri usus terhadap gula menimbulkan gas serta produk lain yang bersifat zat iritan bagi usus.
b. Defisiensi sukrase
Kelainan ini merupakan defisiensi bawaan enzim disakaridase, yaitu sukrase dan isomaltase. Kedua defisiensi ini terjadi bersama mengingat sukrase dan isomaltase terdapat bersama sebagai sebuah kompleks enzim. Gejalanya timbul pada awal usia anak-anak dan gejalanya sama dengan gejala defisiensi laktase.
c. Disakariduria
Peningkatan ekskresi disakarida dapat terlihat pada pasien penderita defisiensi disakaridase. Disakarida sampai sebanyak 300 mg atau lebih dapat diekskresikan ke dalam urina pasien ini dan penderita kerusakan intestinum (misalnya penyakit sprie)
d. Malabsorpi monosakarida
merupakan kelainan kongenital akibat suatu mutasi yang tunggal dimana glukosa dan galaktosa hanya diserap dengan lambat sebagai akibat adanya cacat pada mekanisme karier kontransforter Na+-glukosa. Pada beberapa anak dan orang dewasa, malabsorpsi fruktosa-sorbitol menyebabkan feses cair, rasa tidak enak pada perut dan produksi gas akibat fermentasi bakteri.
2.3. Diare
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Menurut Haroen N, S. Suraatmaja, dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Menurut C.L Betz, dan L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Enteritis adalah infeksi yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus intestinal (misalnya kholera, disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang menyertai masa ketegangan saraf / stress.
2.3.1 Etiologi Diare
a. Faktor infeksi : Bakteri, virus, parasit, kandida
b. Faktor parenteral : infeksi di bagian tubuh alin (OMA sering terjadi pada anak-anak)
c. Faktor malbabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein
d. Faktor makanan : makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran yang dimasak kurang matang, kebiasaan cuci tangan
e. Faktor psikologis : rasa takut, cemas
2.3.2 Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah adanya peningkatan bising usus dan sekresi isi usus sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan agen iritasi atau agen infeksi. Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare dan absorpsi air serta elektrolit terganggu. Sebagai homeostasis tubuh, sebagai akibat dari masuknya agen pengiritasi pada kolon, maka ada upaya untuk segera mengeluarkan agen tersebut. Sehingga kolon memproduksi mukus dan HCO3 yang berlebihan yang berefek pada gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi darah.
2.4. Air Susu Ibu
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Utami Roesli, 2004).
Memberikan ASI secara ekslusif berarti keuntungan untuk semua, bayi akan lebih sehat, cerdas, dan berkepribadian baik, ibu akan lebih sehat dan menarik, perusahaan , lingkungan dan masyarakat pun akan lebih mendapat keuntungan (Utami Roesli, 2005).
ASI eksklusif adalah telah terbukti menjadi sumber nutrisi terbaik untuk bayi terutarna yang berumur kurang dan 6 bulan (www.liverpool johnmoore university- universitasatmajaya/sekolah tinggi ilmu kesehatan st-corolus jakarta). Menurut Novaria (2000), ASI adalah satu-satunya makanan minuman terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan pertama kehidupan (www.indosiar.com). ASI adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan (Soetjiningsih, 1997:1). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi normal sampai usia 4-6 bulan (Khairuniyah, 2004).
Menurut Azrul Anwar (2004), ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM kita di masa yang akan datang, terutarna dari segi kecukupan gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengendung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal (Utami Roesli, 2004). Berdasarkan hal tersebut diatas WHO/ UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti ( innocenti Declaration ) pada tahun 1990. Dimana dalam deklarasi ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi yang juga ditandatangani Indonesia ini memuat hal-hal berikut. “Sebagai tujuan global untuk meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI ekslusif dan semua bayi diberikan ASI ekslusif sejak lahir sampai berusia 4-6 bulan. Setelah 4-6 bulan bayi diberi makan pendamping / padat yang benar dan tepat, sehingga ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian makanan bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara menciptakan pengertian serta dukungan dari lingkungan sehingga ibu-ibu dapat menyusui secara ekslusif “ .
Pada tahun 1999, setelah pengalaman 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI ekslusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Asembly (WHA) dan banyak Negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan.
2.4.1 Manfaat AS I eksklusif (menurut Utami Roesli, 2004)
Bagi ibu dan bayi, ASI eksklusif menyebabkan mudahnya tejalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan awal dari keuntungan menyusui secara eksklusif. Bagi bayi tidak ada pemberian yang lebih berharga dari ASI. Hanya seorang ibu yang dapat memberikan makanan terbaik bagi bayinya. Selain dapat meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki perkembangan sosial yang baik.
a. Manfaat ASI Bagi Bayi
ñ ASI sebagai nutrisi.
ñ Makanan "terlengkap" untuk bayi, terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup mengandung zat gizi yang diperlukan untuk 6 bulan pertama.
ñ Mengandung antibodi (terutama kolostrum) yang melindungi terhadap penyakit terutarna diare dan gangguan pernapasan.
ñ Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi ASI ekslusif akan lebih cepat bisa jalan.
ñ Meningkatkan jalinan kasih sayang
ñ Selalu siap tersedia, dan dalam suhu yang sesuai.
ñ Mudah dicerna dan zat gizi mudah diserap.
ñ Melindungi terhadap alergi karena tidak mengandung zat yang dapat menimbulkan alergi.
ñ Mengandung cairan yang cukup untuk kebutuhan bayi dalam 6 bulan pertama (87% ASI adalah air).
ñ Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai.
ñ Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
b. Manfaat ASI Bagi Ibu
ñ Mengurangi Pendarahan Setelah Melahirkan Apabila bayi disusukan segera setelah dilahirkan, maka kemungkinan terjadinya pendarahan setelah melahirkan (post partum) akan berkurang. Pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk kontraksi atau penutupan pembuluh darah sehingga pendarahan akan lebih cepat berhenti.
ñ Menjarangkan Kehamilan Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan.
ñ Menempelkan segera bayi pada payudara membantu pengeluaran plasenta karena hisapan bayi merangsang kontraksi rahim, karena itu menurunkan resiko pendarahan pasca persalinan.
ñ Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit)., membantu meningkatkan produksi ASI dan proses laktasi.
ñ Hisapan puting yang segera dan sering membantu mencegah payudara bengkak.
ñ Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja ibu karena ASI terse- dia kapan dan dimana saja. ASI selalu bersih sehat dan tersedia dalam suhu yang cocok.
ñ Pemberian ASI ekonomis/murah
ñ Menurunkan resiko kanker payudara
ñ Aspek Psikologis
ñ Memberi kepuasan bagi ibu Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. lbu akan merasa bangga dan diperlukan rasa sayang yang dibutuhkan oleh semua manusia
2.4.2. Komposisi ASI (menurut Utami Roesli, 2004)
.Perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (stadium laktasi) sebagai berikut :
a. Kolostrum
ñ Kolostrum yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke4 setelah melahirkan.
ñ Kolostrum merupakan cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi.
ñ Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium.
ñ Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.
ñ Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matang.
ñ Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi dan makanan yang akan datang.
ñ Lebih banyak mengandung protein dibanding dengan ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur. Pada kolostrum protein yang utama adalah globulin (gamma Globulin).
b. Air Susu Transisi atau Masa Air Susu Peralihan
ñ ASI yang keluar sejak hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi adapula pendapat yang mengatakan bahwaASI matur terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.
ñ Merupakan.ASI peralihan dari kolostrurn sampai menjadi ASI yang matur.
ñ Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi.
ñ Volume akan makin meningkat
Tabel 2.1 Komposisi ASI per 100 ml
Waktu | Protein (gr) | Karbohidrat (gr) | Lemak(gr) |
Hari ke-5 | 2,00 | 6,42 | 3,2 |
Hari ke-9 | 1,73 | 6,73 | 3,7 |
Hari ke-34 | 1,30 | 7,11 | 4,0 |
Sumber : Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk Tenaga Kesehatan, EGC, Jakarta
c. Air Susu Matang (Mature)
ñ Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relatif konstan (adapula yang menyatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5).
ñ Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayinya sampai umur 6 bulan.
ñ Merupakan suatu cairan yang berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna garam Ca-caseinat, riboflavin, dan kariten yang terdapat di dalamnya.
ñ Tidak menggumpal jika dipanaskan.
2.4.3. Kandungan ASI (Soetjiningsih, 1997)
a. ASI sebagai Nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui yang benar. ASI sebagai makan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.
Mengingat bahwa kecerdasan anak berkaitan erat dengan otak, maka jelas bahwa ASI merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan pertumbuhan otak. Sementara itu, faktor terpenting dalam proses pertumbuhan termasuk pertumbuhan otak adalah nutrisi yang diberikan. Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal, dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi
agar tumbuh optimal, antara lain :
1) Lemak
Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3,5% - 4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecahkan menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar kolesterol ASI lebih tinggi daripada susu tapi sehingga bayi yang mendapat ASI seharusnya kadar kolesterol darah lebih tinggi, tetapi ternyata penelitian Osborn membuktikan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih banyak menderita jantung koroner pada usia muda. Diperkirakan bahwa pada masa bayi diperlukan kolesterol pada kadar tertentu untuk merangsang pembentukan enzim protektif yang membuat metabolisme kolesterol menjadi efektif pada masa usia dewasa.
2) Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktose, yang kadarnya paling tinggi dibanding susu mamalia lain (7%). Laktose mudah dipecah menjadi glukose dan galaktose dengan bantuan enzim laktase yang sudah ada dalam mukosa saluran pencernaan sejak lahir. Laktose mempunyai manfaat lain yaitu mempertinggi absorbsi kalsium dan merangsang pertumbuhan laktobasilus bifidus.
3) Protein
Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein ASI sebesar 0,9% sampai 60% diantaranya adalah whey yang lebih mudah dicerna dibanding kasein (protein utama susu sapi). Selain mudah dicerna, dalam ASI terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatik, sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak. Selain dari ASI, sebenarnya sistin dan taurin dapat diperoleh dari penguraian tirosin, tetapi pada bayi baru lahir penguraian tirosin ini belum ada.
4) Garam dan Mineral
Ginjal neonatus belum dapat mengkonsentrasikan air kemih dengan baik, sehingga diperlukan susu dengan kadar garam dari mineral yang rendah. ASI mengandung garam dan mineral lebih rendah dibanding susu sapi. Bayi yang mendapat susu sapi atau susu formula yang tidak dimodifikasi dapat menderita tetani karena hipokalsemia. Kadar kalsium dalam susu sapi lebih tinggi dibanding susu ASI, tetapi kadar fosfornya jauh lebih tinggi, sehingga menggangu penyerapan kalsium dan juga magnesium. ASI dan susu sapi mengandung zat besi dalam kadar yang tidak terlalu tinggi, tetapi zat besi dalam ASI mudah diserap. Dalam badan bayi terdapat cadangan zat besi, di samping itu ada zat besi yang berasal dari eritrosit yang dipecah, bila ditambah dengan zat besi yang berasal dari ASI maka bayi akan mendapat cukup zat besi sampai usia 6 bulan. Seng diperlukan untuk tumbuh kembang, sistem imunitas dan mencegah penyakit penyakit tertentu seperti akrodermatitis enteropatika (penyakit yang mengenai kulit dan sistem pencernaan dan dapat berakibat fatal). Bayi yang mendapatkan ASI cukup mendapatkan seng, sehingga terhindar dari penyakit ini.
5) Vitamin
ASI cukup untuk mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator pada proses pembentukan darah terdapat dalam ASI dengan jumlah cukup dan mudah diserap. Dalam ASI juga terdapat vitamin D dan E terutama dalam kolostrum.
6) Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif
rendah tetapi cukup untuk bayi sampai berumur 6 bulan.
b. ASI Mengandung Zat Protektif (Soetjiningsih, 1997)
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin (zat kekebalan dalam tubuh) dari ibunya melalui plasenta. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Pada usia bayi 9 -12 bulan tubuh bayi baru dapat membuat zat kekebalan sendiri yang cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif. Sedangkan apabila yang dibentuk oleh tubuh bayi tersebut belum tercukupi maka akan terjadilah kesenjangan zat kekebalan pada tubuh bayi tersebut. Kesenjangan ini akan hilang atau berkurang apabila bayi tersebut diberi ASI, karena ASI merupakan suatu cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang berfungsi untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, bakteri, virus, parasit, dan jamur. Bayi yang mendapat ASI biasanya lebih jarang menderita suatu penyakit, dikarenakan adanya zat protektif dalam ASI.
Adapun yang termasuk zat protektif tersebut adalah;
1) Laktobasilus Bifidus
Laktobasilus bifidus berfungsi mengubah laktose menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi, shigela dan jamur. Laktobasilus Bifidus mudah tumbuh cepat dalam susu bayi ,terutama bayi yang mendapatkan ASI, karena ASI mengandung polisakarida yang berkaitan dengan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan Laktobasilus Bifidus. Susu sapi tidak mengandung faktor ini.
2) Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang berkaitan dengan zat besi. Konsentrasinya dalam ASI sebesar 100 mg/100 ml tertinggi diantara semua cairan biologis. Dengan mengikat zat besi, maka laktoferin bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan kuman tertentu, yaitu stafilokokus dan Escheda Coli yang juga memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya.
3) Lisozim
Lisozim adalah enzim yang dapat mernecah dinding bakteri. Konsentrasinya dalam ASI sebesar 29-39 mg/100 ml, lisozim merupakan konsentrasi terbesar di dalam cairan ekstraselular. Kadar lisozim ASI 300 kali lebih tinggi dibanding susu sapi. Lisozim stabil didalam cairan dengan pH rendah seperti cairan lambung, sehingga masih banyak dijumpai lisozim dalam tinja bayi.
4) Komplemen C3 dan C4
Kedua komplemen ini walaupun kadarnya dalarn ASI rendah, mempunyai daya opsinik, anafilatoksik, dan kemotaktik yang berbeda bila diaktifkan oleh IgA dan IgE yang juga terdapat dalam ASI.
5) Faktor Anti streptokokus
Dalam ASI terdapat anti streptokokus yang melindungi bayi terhadap infeksi kuman tersebut.
6) Antibodi
Secara elektroforetik, kromatrografik, dan radio immunoassay terbukti bahwa ASI terutama kolostrum mengandung imunoglobulin, yaitu secretory IgA (SigA), IgE, IgM, dan IgG. Dan semua imunoglobulin tersebut yang terbanyak adalah IgA, Antibodi dalam ASI dapat bertahan di dalam saluran pencernaan bayi karena tahan terhadap asam dan enzim proteolitik saluran pencernaan dan membuat lapisan pada mukosanya sehingga mencegah bakteri patogen dan entero virus masuk ke dalam mukosa usus. Dalam tinja bayi yang mendapatkan ASI terdapat antibodi terhadap bakteri Escheria Coli yang rendah. Di dalam ASI kecuali antibodi terhadap enterotoksin E Coli, terbukti adanya antibodi terhadap salmonella thipy, Shigela dan antibodi terhadap virus seperti rotavirus, polio, campak. Antibodi terhadap rotrovirus tinggi dalam kolostrum yang kemudian turun pada minggu pertama sampai umur 2 tahun. Dalam ASI juga didapat antigen terhadap helicobacter jejuni, yang merupakan penyebab terjadinya diare. Kadarnya dalam kolostrum cukup tinggi, dan akan menurun pada usia bayi 1 bulan dan menetap selama menyusui.
7) Immunitas Seluler
ASI mengandung sel-sel. Sebagian besar (90%) sel tersebut berupa makrofag yang berfungsi membunuh dan memfagositosis mikro organisme, membentuk C3 dan C4, lisozim, laktoferin. Sisanya (10%) terdid dari limfosit B dan T. Angka leukosit pada kolostrum kira-kira 5000/ml, setara dengan angka leukosit darah tepi, tetapi komposisinya berbeda dengan darah tepi, karena hampir semuanya berupa polimorfonukler dan mononuklear. Dengan meningkatnya volume ASI angka leukositosis menurun menjadi 2000/ml. Walaupun demikian kapasitas anti bakterinya sama sepanjang stadium laktasi. Konsentrasi faktor anti infeksi tinggi dalam kolostrum. Kadar SigA, laktoferin, lisozim, dan sel makrofag, neutrofil dan limfosit lebih tinggi pada ASI prematur dibanding ASI matur. Perbedaan status gizi pada ibu tidak mempengaruhi konsentrasi faktor infeksi dalam ASI.
8) Tidak menimbulkan alergi
Pada bayi baru lahir sistem IgE belurn sempurna. Pemberian susu formula akan merangsang aktivasi sistem ini dan dapat menimbulkan alergi. ASI tidak menimbulkan efek ini. Pemberian protein asing yang ditunda sampai umur 6 bulan akan mengurangi
kemungkinan alergi ini.
2.4.4. Perbedaan ASI dan PASI
ASI bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup (seperti darah). ASI mengandung sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus. Susu formula adalah cairan yang berisi zat yang mati. Dl dalamnya tidak ada sel yang hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi, mengandung enzim, hormon, dan juga tidak mengandung faktor pertumbuhan.
2.4.5. Bahaya Pemberian Susu Botol
Pemberian susu formula sebenarnya tidak efektif dan efisien karena susu formula cenderung diberikan tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya misalnya lebih encer atau lebih tidak terjamin kebersihannya ( Suara Karya, 2000). Sementara menurut Soetjiningsih (1997) bahaya dari pemberian susu botol dapat mengakibatkan :
ñ Meningkatkan morbiditas diare karena kuman dan monoliasis mulut yang meningkat sebagai akibat dari pengolahan air dan sterilisasi yang kurang baik.
ñ Terjadi marasmus pada bayi karena kesalahan dalam penakaran susu akibat dari pendidikan dan keadaan sosial ekonomi yang kurang, mengingat pemberian susu botol akan mempengaruhi proses pengeluaran ASI dan akhirnya dapat menghentikan produksi ASI itu sendiri ( Purwanti, 2004)
Tabel 2.2 Perbandingan ASI dengan PASI
Faktor pembeda | ASI | PASI |
Pencemaran Bakteri | Tidak ada | Mungkin ada |
Zat anti infeksi | ada | Tidak ada |
Protein a. kasein (%) b. whey (%) | 40 60 | 80 20 |
Asam amino: a sistin b. taurin | Cukup untuk pertumbuhan otak | Tidak ada |
Lemak a. lemak total b. asam linoleat c. kolesterol d. lipase | 4% rata-rata cukup cukup ada | > 4% tidak cukup tidak cukup tidak ada |
Laktosa (%) | 7 (cukup) | < 7 atau 3-4 ( tidak cukup) |
Natrium | 6,5% (tepat) | 25% (telalu banyak) |
Klorida | 12% (tepat) | 29% (telalu banyak) |
Kalium | 14% (cukup) | 35% (terlalu banyak) |
Kalsium | 350 mg (tepat) | 1440 mg |
Fosfat | 150 mg (tepat) | 900 Mg |
Zat besi | Jumlah sedikit diserap | Jumlah sedikit diserap |
Vitamin | Cukup | Tidak cukup |
Air | Cukup | Cukup |
Sumber: Soetjiningsih, 1997
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang ibu (24 tahun) bekerja sebagai karyawati perusahaan swasta, melahirkan bayi ketiga perempuan diberi nama Ratih dengan berat badan 3,2 Kg dan riwayat kehamilan normal, orang tua dan kedua kakaknya sehat. Ia menyusui bayinya dengan asi sampai 4 minggu dan kenaikan berat badannya normal. Setelah itu ibu Ratih harus masuk kerja kembali, sehingga pada usia 5 minggi, asi untuk bayinya dihentikan, diganti dengan susu buatan. Setelah beberapa hari ia menjadi rewel, rimbul diare dengan tinja encer dan muntah-muntah. Dua minggu kemudian bayi Ratih pada usia 6 minggu dibawa ibunya ke RSHS dan perlu perawatan sehingga ia masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan fisik pada waktu masuk awal menunjukan dehidrasi sedang, dengan berat badan 3,4 Kg. Pada pemeriksaan urin ditemukan reduksi +1 dan reaksi untuk glukosa negatif. Hasil diagnosis bayi ini terserang virus gastrienteritis.
Hasil pemeriksaan laboratorium susunan asi ibu Ratih sebagai berikut
NO | JENIS PEMERIKSAAN | KADAR ASI (IBU RATIH) | KADAR SUSU BUATAN X | KADAR SUSU BUATAN Y | ||||
1 | Lemak | 3,5-4 % | 11.00% | 8.00% | ||||
2 | Laktosa | 7.00% | 6,6 % | 6.00% | ||||
3 | Laktalbumin | 0,7 % | 0,5 % | 0,5 % | ||||
4 | Kasein | 0,5 % | 0,5 % | 0,5 % | ||||
5 | Mineral | 0,2 % | 0,5 % | 0,5 % | ||||
6 | Air | 85-88 % | 90.00% | 90.00% | ||||
7 | Kandungan energi | 2760 KJ/L | 2500 KJ/L | 2600 KJ/L | ||||
8 | Protein total | 1,35 % | 1,2 % | 1,25 % | ||||
| | | | | ||||
3.1.1 Penatalaksanaan
Untuk rehidrasi diberikan infuse cairan selama 24 jam, dilanjutkan dengan pemberian secara oral selam 24 jam berikutnya. Selama ini diare mereda dan berat badannya naik menjadi 3,7 Kg. Kemudian bayi tersebut diberi susu buatan X (2760 KJ/L). dalam waktu 24 jam tinja menjadi cair dan ini terjadi pada setiap pemberian susu. Pada hari keempat perawatan, susu buatan X diganti dengan susu buatan Y. frekuensi diare berkurang, konsisrensi tinja menjadi menjadi lebih padat dan tidak mengandung senyawa tereduksi. Bayi ini menunjukan kenaikan berat badan 40 gr/hr selama 4 hari berikutnya. Tetapi karena susu buatan Y mahal dan penyediaannya tidak mudah, sekali lagi diberikan susu buatan X dan untuk kedua kalinya 4 jam kemudian menyebabkan diare encer yang berat. PH tinja 5 dan menunjukan reaksi reduksi yang positif.
3.1.2 Petanyaan Biokimia
ñ Apakah ada perbedaan penting antara asi dengan susu buatan yang digunakan ? Jelaskan !
ñ Jelaskan bagaimana gastroenteritis dapat mempengaruhi pencernaan karbohidrat ?
ñ Jelaskan apakah ada hubungan antara gastroenteritis dengan diare ?
ñ Apakah yang menyebabkan tinja yang menyemprot, encer, bersifat asam dan mengandung senyawa mereduksi ? Jelaskan !
ñ Mengapa pemberian cairan sederhana harus secara intravena dan diikuti pemberian melalui peroral ?
ñ Jika bayi Ratih harus mendapat nutrisi 500 KJ/Kg berat badan /hari. Berapa ml susu buatan X harus diberikan ?
3.2. Pembahasan
3.2.1 Perbedaan Antara ASI dan Susu Buatan
Bila diperhatikan pada tabel pada kasus yang sedang dibahas, sudah jelas sekali perbedaan komposisi dari ASI dan PASI. Namun perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa pada ASI sudah pasti tidak mengandung bakteri dan ASI memiliki zat anti infeksi, sedangkan PASI tidak memiliki zat anti infeksi. Kemudian perbedaan lain adalah pada ASI memiliki lipase yang baik untuk membantu proses pencernaan lemak susu tersebut. Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan pada tabel 2.2 berikut;
Faktor pembeda | ASI | PASI |
Pencemaran Bakteri | Tidak ada | Mungkin ada |
Zat anti infeksi | ada | Tidak ada |
Protein a. kasein (%) b. whey (%) | 40 60 | 80 20 |
Asam amino: a sistin b. taurin | Cukup untuk pertumbuhan otak | Tidak ada |
Lemak a. lemak total b. asam linoleat c. kolesterol d. lipase | 4% rata-rata cukup cukup ada | > 4% tidak cukup tidak cukup tidak ada |
Laktosa (%) | 7 (cukup) | < 7 atau 3-4 ( tidak cukup) |
Natrium | 6,5% (tepat) | 25% (telalu banyak) |
Klorida | 12% (tepat) | 29% (telalu banyak) |
Kalium | 14% (cukup) | 35% (terlalu banyak) |
Kalsium | 350 mg (tepat) | 1440 mg |
Fosfat | 150 mg (tepat) | 900 Mg |
Zat besi | Jumlah sedikit diserap | Jumlah sedikit diserap |
Vitamin | Cukup | Tidak cukup |
Air | Cukup | Cukup |
Sumber: Soetjiningsih, 1997
3.2.2 Gastroenteritis Mempengaruhi Pencernaan Karbohidrat
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Sel-sel yang rusak tadi merupakan sel yang memproduksi laktase, sehingga akan terjadi defisiensi laktase. Akibatnya terjadi Intoleransi laktosa (gula susu)
Keluhan dan gejala intoleransi laktosa adalah kram perut, diare dan flatulensi. Semua gambaran klinis ini dapat dapat disebabkan oleh penumpukan laktosa yang sifatnya osmotik-aktif sehingga akan menahan air, dan oleh kerja fermentasi bakteri usus terhadap gula menimbulkan gas serta produk lain yang bersifat zat iritan bagi usus.
3.2.3 Hubungan Gastroenteritis dengan Diare
a. efek fisiologi tubuh
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang sebagian besar berlangsung di usus besar bagian kanan, fungsi sigmoid sebagai reservoir untuk dehidrasi massa feses sampai defekasi berlangsung. Sekresi kolon merupakan mukus dan HCO3, mukus bekerja sebagai pelumas dan melindungi mukosa kolon sedangkan HCO3 berperan dalam kestabilan jumlah bakteri dalam kolon dan menjaga tingkat keasaman dalam kolon, pada peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung jawab akan kehilang protein dalam feses, juga menyebabkan kehilangan HCO3 yang bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan keseimbangan asam basa.
Setiap ada iritasi atau terdapat agen yang mengiritasi (mokroorganisme, racun, makanan pedas, dll), maka ada upaya dari tubuh untuk menghilangkan agen tersebut. Upaya tersebut adalah dengan meningkatkan produksi mukus dan pembuangan air untuk membilas sumber iritasi. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan pergerakan usus (bising usus) sehingga terjadi peningkatan frekuensi BAB dengan konsistensi encer.
b. efek peningkatan laktosa di usus
Laktosa mempunyai sifat osmotik-aktif, sehingga air yang seharusnya diabsorpsi menjadi tertahan didalam usus. Dengan meningkatnya volume dalam usus (kolon) maka akan mengaktifkan reseptor regang, sehingga peristaltik usus meningkat dan masa feses akan dikeluarkan dengan frekuensi yang lebih cepat dengan konsistensi lebih encer.
3.2.4 Mekanisme tinja menjadi encer, menyemprot dan bersifat asam
Laktosa mempunyai sifat osmotik-aktif, sehingga air yang seharusnya diabsorpsi menjadi tertahan didalam usus. Dengan meningkatnya volume dalam usus (kolon) maka akan mengaktifkan reseptor regang, sehingga peristaltik usus meningkat dan masa feses akan dikeluarkan dengan frekuensi yang lebih cepat dengan konsistensi lebih encer.
Laktosa merupakan gula susu, akan difermentasikan oleh bakteri usus sehingga menghasilkan gas (H2S, amoniak, dll). Peningkatan tekanan intraintestinal yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah gas di usus, peningkatan volume masa fese dan air serta adanya peningkatan peristaltik usus akan menyebabkan dorongan yang kuat terhadap masa feses. Sehingga keluarnya feses tersebut akan menyemprot.
Sedangkan suasana asam dibawa oleh senyawa HCO3‾. Secara fisiologis senyawa bersama mukus ini diproduksi oleh sel-sel epitel kolon. Suasana asam di usus ini penting untuk mengendalikan jumlah atau perkembangbiakan mokroorganisme di usus. Rata-rata pasien gastroenteritis akan mengalami lecet atau teriritasi kulit di sekitar anus dan perinium. Hal ini disebabkan oleh sifat asam dari mukus tadi.
Laktosa memiliki gugus karbonil yang berpotensi bebas pada residu glukosa. Laktosa adalah disakarida pereduksi. Sehingga dalam feses selain sifat asam dari mukus terdapat pula laktosa yang merupakan senyawa yang bersifat pereduksi.
3.2.5 Alasan pemberian cairan sederhana melalui intravena
Tujuan terapi intravena adalah memberikan cairan dalam jumlah besar secara cepat kepada pasien untuk mengatasi kehilangan cairan yang serius dan disebabkan oleh dehidrasi berat. Menurut WHO (1992) bagian pertama cairan intravena (30 ml/kgBB) diberikan dengan cepat (dalam waktu 60 menit untuk bayi < 12 bulan, 30 menit untuk anak dan dewasa). Sisa dari cairan 70ml/kgBB diberikan dengan lebih lambat untuk melengkapi rehidrasi dalam waktu 3 jam (6 jam untuk bayi).
Sebenarnya, menurut WHO, penanganan diare pada saat dirumah adalah dengan pemberian cairan oralit dengan kriteria berdasarkan tingkatan dehidrasi dari pasiennya. Langkah langkahnya itu terdiri dari rencana pengobatan A (untuk tingkat dehidrasi ringan, rencana pengobatan B (untuk dehidrasi sedang), namun untuk rencana pengobatan C (dehidrasi berat) penanganannya harus di RS karena harus masuk cairan intravena.
Adapun dosis oralit oralit untuk usia anak < 24 bln adalah 50-100 cc tiap setelah BAB (rencana A), dan gunakan umur pasien bila tidak mengetahui berat badan. Jumlah oralit yang dibutuhkan dapat dihitung dengan : BB (kg) x 75.
Larutan isotonik digunakan untuk menambah volume CES. Larutan ini mengandung konsentrasi larutan yang sama dengan cairan tubuh dan menghasilkan tekanan osmotik yang sama dengan CES dalam keadaan normal atau stabil.
Larutan NaCl 0,9%, RL, dan dextrose 5% semua berfungsi sebagai larutan isotonik. Jika larutan isotonik diinfuskan kedalam sistem intravaskuler, volume cairan meningkat. Satu liter larutan isotonik menambah CES dengan satu liter, tiga liter cairan isotonik diperlikan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.
Berdasarkan konsentrasinya, larutan isotonik dibedakan menjadi larutan kristaloid (untuk dehidrasi) dan larutan koloid (untuk hipovolemia. Larutan koloid bisa bertahan didalam sistem vaskuler > 20 jam.
Bayi Ratih berusia 5 mg dan mengalami muntah-muntah, sehingga untuk pemberian cairan peroral sangatlah tidak mungkin untuk mengatasi dehidrasi yang dialaminya. Sehingga diambil keputisan untuk memberikancairan melalui intravena
3.2.6 Perhitungan kecukupan pada bayi Ratih
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya bayi Ratih memerlukan 500KJ/Kg berat badan tiap hari. Berat badan terakhir setelah naik adalah 3,7 Kg dan mengalami kenaikan 40 gr/hr selama 4 hari (total kenaikan 4 x 40 gr = 180 gr), sehingga berat badan bayi Ratih saat ini adalah 3700 gr + 180 gr = 3880 gr (3,88 Kg).
Maka jumlah kalori yangdibutuhkan oleh bayi Ratih adalah
kalori yang dibutuhkan x BB = 500 x 3,88 = 1940 KJ/hari
susu buatan X mengandung 2500 KJ/L
maka kebutuhan bayi Ratih adalah = 1940 KJ : 2500 KJ/L = 0,776 L
sedangkan kandungan laktosanya adalah 6,6% x 1940 KJ = 128,04 KJ = 128040 J
(1 joule = 0,239 kalori, 1 gr karbohidrat = 4 kkal = 4000 kal)
maka jumlah laktosa = (0,239 x 128040)/4000 = 7,65039 gr.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari penjelasan yang sudah dibahas diatas, kami dapat mengerti dan menjelaskan secara sederhana tentang hubungan antara pemberian susu pengganti ASI dengan gangguan pencernaan pada bayi serta menjelaskan perbandingan antara komposisi ASI dengan susu pangganti ASI.
Sedangkan dari segi biokimianya adalah didapat penjelasan yang logis dari beberapa reaksi kimia yang terjadi mengenai gangguan pencernaan akibat penggantian ASI dengan susu buatan pengganti ASI.
Referensinya mna y? :)
BalasHapus