be a critical thinker

bekerjalah dengan logikamu, jangan bekerja hanya dengan rutinitasmu

Sabtu, 26 Mei 2012

askep pada pasien yg mendapat therapi anti tukak


KONSEP DAN TERAPI FARMAKOLOGI TUKAK PEPTIK

1.1.  Proses Pencernaan di Lambung
Proses fisiologi unik yang terdapat pada sistem pencernaan adalah digesti, absorpsi, sekresi, motiliti, dan ekskresi. Fungsi lambung adalah untuk menyimpan makanan sampai makanan tersebut diproses lambung, duodenum, dan saluran cerna bagian bawah lainnya. Selanjutnya mencampur makanan dengan sekresi lambung sampai makanan tersebut menjadi semifluid yang desebut kimus. Kemudian mengeluarkan kimus tersebut dari lambung ke duodenum untuk proses digesti selanjutnya yang kemudian diabsorpsi.
Lambung tersusun dari empat lapisan, yaitu lapisan serosa (lapisan paling luar), lapisan otot (lapisan otot longitudinal, otot sirkular, otot miring), lapisan submukosa (mengandung pleksus-pleksus saraf, pembuluh darah dan limfe) dan lapisan mukosa.
Beberapa kelenjar berada pada lapisan mukosa dan diberi nama sesuai dengan letaknya. Kelenjar kardia (dekat lubang kardia) mensekresi mucus. Kelenjar fundus dan kelenjar gastric terletak di fundus dan sebagian besar korpus lambung. Kelenjar fundus mempunyai tiga jenis sel utama, sel-sel zimogenik (chief cells) mensekresi pepsinogen, yang diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel parietal yang mensekresi asam klorida dan air. Neck cells yang ditemukan pada leher kelenjar dan mensekresi mukus. Kelenjar pylorus (di daerah pylorus lambung) menghasilkan gastrin. Zat-zat lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim-enzim dan berbagai elektrolit, khususnya natrium, kalium, dan klorida. Factor intrinsik disekresi oleh sel parietal.
Lambung dipersarafi seluruhnya oleh system saraf otonom. Saraf parasimpatis yang mensuplai lambung dan duodenum berjalan ke dan dari abdomen melalui nervus vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrikus, pylorus, hepatikus, dan coeliakus.
Persarafan simpatis disuplai melalui nervus splanknikus mayor dan ganglia coleliacum. Serabut-serabut aferen menghantarkan inpuls rasa nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf Auerbach dan meissner dari persarafan intrinsik dinding lambung dan berfungsi mengkoordinasikan aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Ketika mendapat stimulus, sel parietal mensekresi larutan asam yaitu sekitar 160 milimol asam klorida/liter yang hampir isotonic dengan cairan tubuh. Proses terbentuknya asam klorida adalah sebagai berikut :
·         Ion klorida ditransfor secara aktif dari sitoplasma sel parietal ke dalam lumen kanalikuli, dan ion natrium ditransfor secara aktif dari kanalikuli ke sitoplasma sel parietal. Sehingga di kanalikuli lebih negative (-40 sampai -70 milivolt) dan menyebabkan ion kalium masuk dari sitoplasma sel parietal menuju kanalikuli.
·         H2O berdisosiasi menjadi ion hydrogen (H+)  dan ion hidroksil (OH¯)   didalam sitoplasma sel. Ion hydrogen disekresi secara aktif menuju kanalikuli untuk bertukar tempat dengan ion kalium. Proses pertukaran ini dikatalis oleh H+,K+ ATPase. Dilain pihak, ion natrium direabsorpsi melalui pompa natrium yang terpisah. Ion kalium dan natrium berdifusi ke dalam sitoplasma sedangkan ion hydrogen tetap di dalam kanalikuli dan bersama ion klorida membentuk asam kuat HCl. Selanjutnya asam klorida ini disekresikan.
·         Air dialirkan melewati kanalikuli secara osmosis. Karena ada ekstra ion yang disekresikan ke dalam kanalikuli, sehingga sekresi akhir berupa larutan yang terdiri dari air, HCl dengan konsentrasi sekitar 150 – 180 mEq/L, KCl 15mEq/L, dan hanya sedikit NaCl
·         Akhirnya, CO2 dari hasil metabolism sel atau yang masuk ke dalam sel dari darah bereaksi dengan ion hidroksil dengan bantuan karboksil anidrase membentuk ion bikarbonat. Kemudian berdifusi keluar sitoplasma sel ke dalam cairan ekstra sel dan bertukar tempat dengan ion klorida yang masuk ke dalam sel dari cairan ektra sel. Selanjutnya disekresikan ke kanalikuli.

Kelenjar gastric mensekresikan pepsinogen. Pada saat awal disekresikan, pepsinogen berada dalam bentuk tidak aktif. Segera setelah kontak dengan asam hidroklorida (optimum pH 1,8 – 3,5), pepsinogen berubah menjadi bentuk aktif yaitu pepsin. Fungsi pepsin adalah enzim proteolitik aktif, namun bila pH > 5, pepsin segera menjadi tidak aktif. Asam hidroklorida sangat penting bagi pepsin dalam proses pencernaan protein.
Kelenjar pilorik mensekresi mukus yang berfungsi sebagai lubrikasi terhadap pergerakan makanan serta melindungi dinding lambung dari proses digesti enzim gastrik. Kelenjar pilorik juga menghasilkan hormone gastrin yang berperan dalam mengontrol sekresi gastrik. Semua permukaan mukosa lambung dilapisi oleh mukus yang tebal dan bersifat alkali. Hal ini bertujuan untuk melindungi dinding mukosa lambung dari keasaman dan proteolitik sekresi gastrik.
Pada kelenjar oksintik ada sel parietal yang hanya memproduksi asam hidroklorida dengan pH 0.8 yang sekresinya dikontrol oleh system endokrin dan signal saraf. Selanjutnya sel parietal berkerja dengan dibantu oleh sel tipe yang lain yaitu enterochromaffin-like cells (ECL cells) yang berfungsi mensekresi histamin. Jumlah pembentukan dan sekresi asam hisdroklorida secara langsung berhubungan dengan banyaknya histamin yang dihasilkan ECL cells. ECL sel dapat terstimulasi mensekresi histamin melalui tiga cara, yaitu :
·         Histamin diduga terstimulasi oleh gastrin yang merespon terhadap adanya protein dalam makanan.
·         Dalam kondisi tertentu, ECL cells terstimulasi asetikolin yang dilepaskan dari nervus vagus lambung, dan mungkin juga oleh sekresi substansi hormonal system saraf enterik dinding lambung.
Ketika protein dalam makanan sampai di antrum lambung, beberapa jenis protein menstimulasi pelepasan gastrin ke dalam getah lambung. Sebagian dari gastrin segera ditransfor ke ECL cells untuk melepas histamin. Selanjutnya histamin dengan cepat menstimulasi sekresi asam hidroklorida lambung.
Mekanisme sekresi asam lambung :
      Perangsangan saraf enterik                                                       nerfus vagus

      HCl                                             gastrin                                   saraf parasimpatis
                                                                                                                              Antikolinerjik agent
                                                        HCl                                         asetilkolin
 

                  Refleks enterik                                           histamine                           antagonis H2
                     
                              HCl ↑                                                HCl ↑↑↑
                                                    Antasida, IPP

1.2.        Tukak Peptik
1.2.1.      Gambaran klinis
Ulkus peptikum atau tukak peptic merupakan keadaan terputusnya inkontinuitas mukosa yang meluas dibawah epitel, sedangkan terputusnya mukosa yang tidak meluas dibawah epitel disebut erosi. Tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena asam-peptik lambung, yaitu osofagus, lambung, dan duodenum.
Getah lambung murni mampu mencerna semua jaringan hidup. Namun lambung memiliki dua factor yang melindunginya dari autodigesti tersebut yaitu mucus lambung dan barier epitel. Lapisan mucus lambung yang tebal dan kuat merupakan garis pertama pertahanan terhadap autodigesti. Ia memberikan perlindungan terhadap trauma mekanik dan agen kimia. Kortisol dan aspirin  dapat menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif pada mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin.
Aspirin, alcohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas barier epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida  dengan akibat kerusakan jaringan, khususnya pembuluh darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut. Barier mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik dihambat oleh gastrin. Destruksi barier mukosa lambung merupakan factor penting dalam pathogenesis tukak lambung. Gejala utama dari tukak peptik adalah sakit abdomen bagian atas. 
Manifestasi klinis :
·         Nyeri epigastrium, bisa nyeri palpasi
·         Vomitus, nausea, anoreksia
·         Bisa hematemisis dan melena
·         Anemis, Hb turun
·         Kembung atau pletulen



Patomekanisme :
antikolinerjik                      Gastritis / tukak peptic                       sitoprotektif agent
Iritasi doudenum & gaster                                         erosi dinding gaster           HCl ↑            antasida
Saraf aferen vagus          antiperistaltik         jaringan rusak       unsur intrinsik     CO2                 IPP
 saraf simpatis                                                                                                  gas tertelan                          
Pusat muntah              refluk isi usus        bradikinin dll    perdarahan      B12 ↓
                                                                                                                 Eritrosit ↓ 
Mual    muntah       distensi duodenum      gas    ujung saraf nyeri                                             Vit B12
                                                                             Talamus           hematemisis                          As folat
                                                                               nyeri
     anoreksia                                                                                      Hb ↓         kembung
                                                   antasida
              anti emetik (kp)                      transfusi (kp)                  anti flatulen (kp)
1.2.2.      Obat Farmakologi untuk Tukak Peptik
Sasaran utama pada pengobatan tukak peptik adalah menghambat sekresi asam lambung dalam rangka untuk menghilangkan gejala-gejala dan mempermudah penyembuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka intervensi yang dilakukan  adalah pemberian antasida, antikolinergik, antagonis reseptor H-2, serta istirahat fisik dan emosi.
 Penatalaksanaan :
·         Stop penyebab / atasi penyebab
·         Puasa sampai nyeri akut dan nausea berkurang (12-24 jam), kemudian diit cair dan makanan lunak
·         Antasida
·         Selective anticholinergic agent (perenzepine)
·         Inhibitor pompa proton (omeprazole)
·         H-2 receptor antagonist (cimetidine, ranitidine, famotidine)
·         Cytoprotective agent (sucralfate, cetraxate)
·         Untuk gastritis hemoragik, puasa sampai dengan 24 jam perdarahan berhenti, NGT untuk bilas labung
·         Transfusi darah


1.3.      Obat Farmakologi Anti Tukak
1.3.1.      Antasida
Antasida berfungsi untuk mempercepat penyembuhan tukak dengan menetralisasikan asam hidroklorida dan mengurangi aktivitas pepsin. (Kee & Hayes, 1996). Antasida umumnya bersifat basa. Antasida merupakan obat-obatan pereda sakit pencernaan seperti ulkus ventrikuli, ulkus duodeni, dispepsia dan esofagitis. Obat antasida juga membantu meredakan tukak di dinding lambung  maupun  duodenum. Antasida juga memberi waktu perbaikan pada dinding lambung atau duodenum yang rusak oleh tukak sehingga sensitif terhadap jumlah normal asam lambung. Antasida bisa dibeli bebas.
Terdapat dua tipe antasida yang memiliki efek sistemik dan non sistemik:
a.       Antasida Sistemik
Antasida sistemik adalah antasida yang ion-ionnya dapat diserap oleh usus halus sehingga mengubah keseimbangan asam basa dan elektrolit dalam tubuh dan dapat terjadi alkalosis. Jenis antasida yang termasuk golongan ini adalah:
Na-Bikarbonat :
Obat ini merupakan salah satu obat anti tukak. Unsur aktif dalam soda pengembang kue, sangat larut dan bereaksi hampir seketika dengan asam hidroklorida:
NaHCO3 + HCl               NaCl + H2O + CO2
Tetapi senyawa ini sangat larut dan diabsorpsi cepat dari usus. Jadi ia bisa meningkatkan alkalosis sistemik dan retensi cairan serta direkomendasikan untuk penggunaan jangka lama. Efek samping: kelebihan natrium menyebabkan hipernatremia dan retensi air, alkalosis metabolik karena kelebihan bikarbonat dan kelebihan sekresi asam (asam rebound), obat ini jarang dipakai untuk mengobati anti tukak peptik.
b.      Antasida Nonsistemik
Antasida nonsistemik adalah antasida yang kationnya membentuk senyawa yang tidak larut dalam usus, dan tidak diabsorpsi sehingga tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh. Yang termasuk golongan ini yaitu Al-Hidroksida, Ca-Carbonat, dan Mg-Hidroksida.
Aluminium hidroksida bereaksi dengan asam hidroklorida dalam bentuk yang serupa:                                Al(OH)3 + 3HCl               AlCl3 + 3H2O
Umumnya aluminium klorida yang terbentuk tak larut dan sering menyebabkan konstipasi. Ia juga mengikat obat tertentu (misalnya tetrasiklin) dan fosfat, yang mencegah absorpsinya. Efek atas absorpsi fosfat ini dimanfaatkan untuk terapi pada pasien gagal ginjal kronik dan penyakit tulang.
Kalsium karbonat bereaksi lebih lambat daripada natrium bikarbonat, tetapi sangat efektif dalam menetralisasi asam lambung:
CaCO3 + 2HCl              CaCl + H2O + CO2
Tetapi sekitar 10% kalsium klorida yang dihasilkan akan diabsorpsi dengan kemungkinan efek samping hiperkalsemia, sindroma susu-alkali dan ‘rebound’ asam. Sehingga antasida ini tidak direkomendasikan untuk pemakaian jangka lama.
Magnesium hidroksida (susu magnesia) bereaksi dengan asam hampir secepat natrium hidroksida:                Mg(OH)2 + 2HCl               MgCl2 + 3H2O
Berbeda dari natrium hidroksida, magnesium hidroksida memperlambat pengosongan dari lambung, sehingga memperpanjang efek netralisasinya. Garam magnesium yang dihasilkan sukar diabsorpsi dan bersifat laksatif sehingga menimbulkan diare. Sejumlah kecil magnesium diabsorpsi, tetapi bila terdapat insufisiensi ginjal akan mengganggu ekskresinya ke urin sehingga menyebabkan hipermagnesemia.



c.       Efek antasida:

Sodium bicarbonate
Calcium carbonate
Mg hydroxide
Aluminum hydroxide
Reaksi  dengan  HCl
Cepat
Lambat
Lambat
Lambat
Produk  reaksi
NaCl dan CO2 à Distensi lambung dan  tekanan darah  meningkat
CaCl2  dan CO2à distensi lambung
MgCl2 dan H2O
AlCl2 dan H2O
Efek non reaksi
Diserap à menyebabkan alkalosis  jika dosis tinggi  atau  gangguan fungsi ginjal
Tidak serap à diare  osmotik
Tidak diserap  à konstipasi


1.3.2.      Antikolinergik
Obat ini mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat aktivitas nervus vagus sehingga ini berakibat menurunkan motilitas gastrointestinal (efek spasmodik) dengan menghambat histamin dan asam hidroklorida. Antikolinergik  digunakan untuk pengobatan ulkus ventrikuli, ulkus duodeni, dan kolon spastis (kolitis). Antikolinergik ini juga dapat memperlambat waktu pengosongan lambung, sehingga lebih sering dipakai untuk tukak duedonum dibandingkan tukak lambung. Antikolinergik dapat diminum 30-60 menit sebelum makan dan sebelum tidur. Antasida dapat memperlambat absorbsi antikolinergik, sehingga harus diminum 2 jam sesudah pemberian antikolinergik. Pemakaian obat ini berkurang sejak diperkenalkan penghambat histamin2.
Efek samping: Mulut kering, pandangan kabur, pupil dilatasi, takikardia, konstipasi, sukar berkemih, pusing, bingung, dan impoten.
Kontraindikasi: Glaukoma, hipertrofi prostat, refluks esofagus, dan esofagitis.

1.3.3.      Antagonis Reseptor-H2
Penghambat histamin (H2) menghambat refluks asam ke dalam esofagus. Obat–obat ini memblok reseptor H2 pada sel-sel parietal lambung, sehingga mengurangi sekresi dan konsentrasi asam lambung. Antihistamin dipakai untuk mengobati alergi, bekerja melawan histamin 1, obat ini tidak sama dengan penghambat H2. Penghambat histamin (H2) pertama adalah simetidin, perlu fungsi ginjal yang baik karena kira-kira 50-80% dari obat ini dikeluarkan tanpa diubah melalui urin. Antasida dapat diberikan satu jam sebelum atau sesudah simetidin sebagai dari pengobatan antitukak, tetapi bila keduanya diberikan pada waktu yang bersamaan maka akan mengurangi efektivitasnya dalam menghambat H2.
Penghambat H2 yang lebih baru ranitidin, femotidin dan nizatin. Selain menghambat sekresi asam lambunng obat-obat ini juga mempercepat penyembuhan tukak dengan menyingkirkan penyebabnya. Walaupun simetidin dan ranitidin memiliki kerja obat hampir sama, ranitidin memiliki efek lebih kuat, lama kerja yang lebih panjang, interaksi obat dan efek samping lebih sedikit dari simetidin.
Obat-obat ini efektif dalam mengobati tukak duodenum dan lambung dan dapat dipakai untuk pencegahan. Obat-obat ini juga berguna untuk menghilangkan gejala dari refluk esofagitis, mencegah tukak stres yang dapat terjadi sesudah pembedahan dan mencegah pneumonia aspirasi yang dapat terjadi akibat aspirasi asam lambung.
Ranitidin memiliki awitan kerja lebih lama dan lama kerja yang lebih panjang (sampai 12 jam) dibandingkan simetidin. Karena simetidin memiliki lama kerja hanya 4-5 jam, seringkali diberikan 3-4 kali sehari.
Efek samping:
Sakit kepala, pusing, mengantuk, bingung (pada lansia), diare, konstipasi, kembung, ruam, hipotensi dan takikardia atau bradikardia (setelah dosis intravena). 

1.3.4.      Inhibitor Pompa Proton
Golongan obat ini adalah omeprazol. Omeprazol hampir menghentikan sekresi asam lambung dengan menghambat kerja pompa proton. Di metabolisme dalam hepar, mencapai kadar puncak dalam 2 sampai 5 jam dan terutama dieliminasi oleh ginjal. Omeprazol sangat mudah terikat dengan protein, sehingga kerjanya agak lamal. Omeprazol paling baik jika dipakai untuk sindrom Zollinger-Ellison dan Ulkus peptikum resisten.
Efek samping: Diare, mulut kering, baal, pusing, dan lemah.

1.3.5.      Sitoprotektif Agent
Golongan obat ini adalah karbenoksolon. Karbenoksolon dapat menyembuhkan ulkus masih belum jelas. Kemungkinan kerjanya adalah antiinflamasi, merangsang produksi musin dan enzim untuk pemulihan sel.
Biogastron digunakan untuk ulkus ventrikuli dan duogastron untuk ulkus duodeni. Pasien ulkus ventrikuli harus minum karbenoksolon sesudah makan atau jika nyeri ulu hati diminum bersama susu. Pasien ulkus duodeni harus minum karbenoksolon 15-30 menit sebelum makan.
Efek samping: retensi cairan dan edema, hipertensi, hipokalemia, dan nyeri ulu hati, sakit kepala dan mual jarang terjadi.
Kontra indikasi: bila pasien sedang minum obat spironolakton (Aldactone) atau antikolinergik, dan pada pasien dengan penyakit jantung dan atau ginjal.

1.3.6.      Analog Prostaglandin
Mukus berperan penting dalam melindungi mukosa lambung terhadap kerusakan mekanis disebabkan bahan asing yang dimakan dan terhadap pengaruh lingkungan asamnya sendiri. Analog prostaglandin endogen (misalnya misoprostol) merangsang produksi mukus untuk mempertahankan sawar protektif. Analog prostaglandin dapat diberikan pada pasien yang menderita artritis, yang diobati dengan obat NSAID yang memiliki dampak dari obat NSAID tersebut perdarahan lambung atau timbul ulkus.
Efek samping: pada 8-9% pasien timbul diare, umumnya ringan dan sementara, mual, sakit kepala, pusing, dan ketidaknyaman perut ringan yang bersifat sementara.
Kontraindikasi: misoprostol dapat menyebabkan kontraksi uterus sehingga tidak boleh diberikan kepada perempuan hamil.



1.3.7.      Antiemetik
Diberikan untuk mengendalikan gejala mual dan muntah, bukan penyebab yang mendasarinya. Yang umum dipakai adalah fenotiazin (trilafon, stemetil, largacil, torecan, stelazine), antihistamin (ancolan, phenergan, andrumin), antikolinergik (pamine, merbentyl), metoklopramid (vomitrol, primperan, normastin), antagonis dopamin (motilium, vometa, dometic).
Efek samping:
Fenotiazin; sedasi, mulut kering, kabur, konstipasi, fotosensitivitas, ikterus
Antihistamin; sedasi, pusing, mulut kering, halusinasi, menambah potensi depresan SSP
Antikolinergik; mulut kering, pandangan kabur, retensi urine, konstipasi
Metoclorpamid; distonia, mengantuk.


PEMBERIAN OBAT PADA KLIEN TUKAK PEPTIK
(PROSES KEPERAWATAN)
                       
2.1. Pengkajian
a.       Kaji nyeri yang dialami klien, termasuk tipe, lama, berat, dan frekuensinya. Nyeri tukak biasanya timbul setelah makan dan pada malam hari (nyeri nokturnal).
b.      Kaji fungsi ginjal klien. Laporkan jumlah urin bila kurang 600 ml/hari,atau kurang dari 25 ml/jam. Gangguan ginjal dapat mempengaruhhi antasida yang mengandung magnesium dan kalsium (hipermagnesemia dan hiperkalsemia) dan penghambat H2.
c.       Kaji cairan dan ketidakseimbangan elektrolit jika terjadi hipermagnesemia, atau diare akibat garam magnessium dari antasida.
d.      Identifikasi factor resiko dari penyakit ulkus peptikum :
·         merokok sigaret. Efek yang menstimulasi sekresi asam lambung dan menyebabkan penurunan suplai darah ke mukosa lambung. ( nikotin menyebabkan konstriksi pembuluh darah) .
·         Stress, termasuk stress fisiologi ( seperti shock, sepsis, luka bakar, pembedahan, trauma kepala, trauma berat, dan penyakit fisik lain), dan stress psikologis.
·         Penggunaan obat seperti aspirin, NSAIDs, kortikosteroid, dan anti neoplastik.
e.       Tanda dan gejala yang memperlihatkan tipe dan lokasi ulkus
·         Nyeri epigastrium yang periodic, yang terjadi 1 sampai 4 jam setelah makan, atau sepanjang malam dan sering dirasakan seperti terbakar atau terasa perih sekali.
·         Terjadi perdarahan gastrointestinal pada ulkus yang akut atau kronik ketika erosi ulkus mengenai pembuluh darah. Manifestasi klinis mulai dari gejala ringan (ada darah pada feses dan akhirnya anemia) atau berat (hematemisis melena, hipotensi, dan shock)
·         GERD (gastroesophago refluks deseases) menyebabkan heartburn / rasa panas dalam perut (sensasi panas di substernal)

2.2. Diagnose keperawatan
a.       Nyeri yang berhubungan dengan efek asam lambung pada ulkus peptikum atau imflamasi jaringan esophageal
b.      Nutrisi imbalance : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan ketidak nyamanan abdomen



2.3. Perencanaan
a.       Tujuan Perencanaan
Klien tidak lagi mengalami sakit perut setelah 1 sampai 2 minggu memakai obat anti ulkus :
·         Berikan tindakan atau langkah-langkah untuk mencegah atau meminimalkan ulkus 
·         Klien diharapkan Mendapat antiulser, anti-heartburn dengan tepat
·         Gejala berkurang
·         Menghidari situasi yang memperburuk gejala jika mungkin
·         Observasi perdarahan GI dan komplikasi lain dari ulkus peptikum dan GERD
·         Cegah atau hindari efek samping obat

b.      Perencanaan
Berikan tindakan atau langkah-langkah untuk mencegah atau meminimalkan ulkus peptikum :
PERENCANAAN
RASIONAL
Diit teratur. Restriksi diit dianjurkan meminimalkan makanan yang banyak bumbu, menghasilkan gas, dan makanan yang mengandung kafein, mengurangi lemak, makan dengan porsi-porsi kecil
·         kondisi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen akan senantiasa merangsang asam lambung
·         makanan berlemak akan menghambat kecepatan pengosongan lambung termasuk juga sekresi gaster
·         makan dengan porsi kecil dapat mengurangi sekresi gaster karena tekanan dipilorik berkurang dan pengosongan lambung lebih cepat.
Olahraga teratur, cukup istirahat, merubah/modifikasi lingkungan, teknik relaksasi
·         Mengurangi stress psikologis atau latihan strategi manajemen stress yang sehat
·         Menurunkan rangsangan simpatis dapat mengurangi produksi asam lambung

Berhenti merokok dan iritan yang lain (alcohol, aspirin, kafein, NSAIDs)
·         Efek yang menstimulasi sekresi asam lambung dan menyebabkan penurunan suplai darah ke mukosa lambung. ( nikotin menyebabkan konstriksi pembuluh darah)
·         Aspirin, alcohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas barier epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida 
Hindari pemberian antasida bersama obat-obat oral lain, Antasida diberikan 1-2 jam sesudah memberikan obat lain.

·         antasida dapat memperlambat absorpsi obat
·         antasida tidak boleh diberikan bersama-sama tetrasiklin,digoksin,atau quinidin karena akan mengikat dan menginaktifkan kebanyakan obat tersebut
Terapi jangka panjang dengan dosis kecil dari antagonis H2, antasida atau sukralfat
pada ulkus peptikum yang aktif, dapat membantu klien menentukan cara yang terapeutik pada proses penyembuhan dan mencegah komplikasi
Berikan dosis antagonis H2 seperti simetidin (Tagamet ) yang lebih kecil pada lansia
Lansia memiliki lebih sedikit asam lambung, sehingga beresiko terjadi alkolisis metabolik
Berikan antagonis H2 dan antikolinergik sebelum makan
mengurangi sekresi asam lambung yang diinduksikan oleh makanan
Cek dan observasi fungsi ginjal
(lab, edema, dieresis)
·         Berikan antasida yang mengandung magnessium  kemungkinan akan terjadi hipermagnesia.
·         kira-kira 50-80% dari antagonis H2 dikeluarkan tanpa diubah melalui urin
·         omeprazole dieliminasi oleh ginjal

Observasi fungsi hati (periksa SGOT, SGPT)
Omeprazol di metabolisme dalam hepar
Cek kadar protein albumin
Omeprazol sangat mudah terikat dengan protein
Berikan sitoprotektif agen 15-30 menit sebelum makan
·         Kerjanya adalah antiinflamasi, merangsang produksi musin dan enzim untuk pemulihan sel
·         Melindungi are ulkus sebelum proses pencernaan makanan dimuali
·         Musin berperan sebagai barier bagi mukosa dari HCl dan pepsin
Observasi adanya diare atau konstipasi
Umumnya aluminium klorida (dari antasida) yang terbentuk tak larut dan sering menyebabkan konstipasi
Observasi / cek  tanda anemia
·         komplikasi dari ulkus peptikum adalah perdarahan (akut atau kronis)
·         kerisakan mukosa gaster dapat mengurangi produksi unsure ekstrinsik yang berpengaruh pada eritropoesis

c.       Pengajaran kepada Klien
·         Beritahukan klien untuk melaporkan rasa sakit, batuk, atau muntah darah (hematemesis).
·         Nasehati untuk tidak memakan makanan atau minuman cairan yang dapat menyebabkan iritasi lambung, seperti minuman yang mengandung kafein, alkohol, dan bumbu mis yg pedas.
·         Beritahukan klien untuk melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
Untuk terapi antasida :
·         Nasehati klien untuk tidak membeli antasid bebas tanpa pemberitahuan dokter. Dosis obat yang tidak memadai (terlalu sedikit,terlalu sering, atau terlaluu banyak ) dapat menimbulkan komplikasi.
·         Beritahukan klien cara yang benar untuk memakai antasida. Tablet kunyah harus dikunyah dengan baik diikuti dengan air. Antasida cair harus diminum dengan 2-4 oz air untuk memastikan obat ini dapat mencapai lambung.
·         Nasihati klien untuk memakai antasida 1-3 jam setelah makan dan waktu akan tidur. Jangan memakai antasida pada waktu makan obat ini akan memperlambat pengosongan lambung,menyebabkan peningkatan aktivitas saluran gastrointestinal dan sekresi lambung.
·         Nasihati klien untuk memberitahukan dokter jika timbul konstipasi atau diare, antasida mungkin perlu diganti.
·         Tekankan bahwa antasid tidak sama dengan permen dan minum antasid secara berlebihan adalah kontraindikasi.
·         Nasihati klien untuk tidak memakai antasida bersama-sama susu atau makanan yang banyak mengandung vitamin D, kecuali jika pasti tidak ada kontraindikasi.
·         Beritahukan klien untuk menghindari antasida 1-2 jam sesudah makan obat oral lain karena ada kemungkinan gangguan absorpsi.
·         Nasihati klien untuk memeriksa label antasida untuk mengetahui kandungan natrium, jika klien sedang menjalani diet natrium terbatas.
Antikolinerjik :
·         Untuk menghindari sembelit, klien harus meningkatkan masukan cairan, makanan yang berserat, dan olahraga jika tidak kontraindikasi.
·         Laporkan takhikardi atau retensi urin.
Antagonis H2 :
·         Nasehatkan untuk tidak merokok, yang dapat menghambat efektivitas H2.

2.4. Evaluasi
·         Tentukan efektivitas pengobatan anti ulkus dan timbulnya efek samping. Klien harus bebas rasa sakit dan harus berangsur-angsur menjadi sembuh.
·         Observasi dan tanyakan mengenai penggunaan obat
·         Observasi dan tanyakan tentang perubahan gejala
·         Observasi tanda dan gejala komplikasi
·         Observasi dan tanyakan mengenai efek samping obat.

SIMPULAN

Penanganan perawatan pasien dengan ulkus peptikum yang tepat akan mengurangi “length of stay” dan biaya yang dikeluarkan oleh pasien. Selain itu, karena perawat senantiasa kontak dengan pasien terus menerus selama 24 jam dan memberikan terapi atas hasil kolaborasi dengan dokter, maka sudah seharusnya perawat tahu apa dan bagai mana obat itu dapat membantu penyembuhan klien.
Di rumah sakit, pada klien dengan tukak peptik yang mengalami hematemisis melena, klien selalu dipuasakan. Pada kenyataannya banyak perawat tidak memberikan terapi oral anti tukak dengan alasan pasien dipuasakan. Sehingga terkadang asuhan keperawatan pada klien tersebut menjadi tidak berhasil. Hal itu karena banyak perawat yang belum memahami farmako kinetik dan farmako dinamik dari obat-obat anti tukak.
Anatasid harus diberikan 1-3 jam setelah makan dan waktu akan tidur. Observasi fungsi ginjal dan adanya timbul konstipasi atau diare, antasida mungkin perlu diganti. Pemberian antagonis H2 harus memperhatikan fungsi ginjal. Bila antasida diberikan maka diberi jarak satu jam sebelum atau sesudah antagonis H2.
Pemberian omeprazol harus memperhatikan fungsi hepar dan ginjal. Selain itu karena omeprazol terikat dengan protein maka harus diperhatikan pula kadar protein dan albumin. Sitoprotektif agen harus diminum 15-30 menit sebelum makan.
 
DAFTAR PUSTAKA

Haznam M. W., 1997. Haznam’s Kompendium Diagnostik & Terapi : Ilmu Penyakit Dalam. (edisi 3). Bandung.  FK UNPAD.
Price S.A., & Wilson, L.M., 1995. Patofisiologi : konsep klinik proses-proses penyakit.(edisi 4). Adji Darma (alih bahasa).  Jakarta. EGC.
Guyton. AC. 2009. Anatomi Fisiologi Kedokteran. (edisi 11). Jakarta. EGC.
Joice. L, 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Peter Anugrah (alih bahasa).Jakarta. EGC.
Tambayong, J. 2002. Farmakologi untuk Keperawatan. Jakarta. EGC.
Abrams AC. 2006.  The Clinical Drug Therapi Rationales for Nursing Practice. USA. CambridgeEbook.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar